Salah satu ”motor” Bapemperda DPRD Pati, Bambang Susilo dari Fraksi PKB.(Foto:SN/adv-aed)
SAMIN- NEWS.COM PATI – Bapemperda DPRD Pati awal Tahun 2019 ini sudah ancang-ancang untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda) inisiatif berkait dengan Tanggul Jawab Sosial Periusahaan atau yanh lazim disebut ”Corporate Social Responsibility” (CSR). Akan tetapi acuan agar hal itu bisa diberlakukan di daerah masih sangat minim, sehingga dia bersama anggota Bapemperda lainnya harus ke Tangerang, Jawa Barat.
Pertimbangannya karena daerah tersebut merupakan salah pusat industri, sehingga banyak perusahaan yang diperkirakan sudah melaksanakan kewajiban pemberian dana tanggung jawab sosial perusahaan. Ternyata DPRD kota tersebut selama ini juga belum pernah menyusun perda tentang hal itu, sehingga CSR yang dilakukan perusahaan sifatmnya masih terbatas, karena acuannya hanya Pasal 74 UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Dengan demikian, kata ”motor” Bapemperda DPRD Pati, Bambang Susilo dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), kewajiban soal CSR sangat terbatas. Yakni, hanya berlaku pada perseroan atau perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA), tapi sebagai ancang-ancang maka upaya melakukan studi untuk kajian penyusunan raperdanya pun dilakukan.
Apalagi sekarang berkembang informasi bahwa rencana CSR akan dibebankan kepada semua perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada PT itu pun yang kegiatan usahanya hanya bergerak di SDA. ”Karena itu, kami pun harus ancang-ancang untuk menyusun raperda berkait dengan hal terse but agar setiap perusahaan di daerah juga harus menunjukkan tanggung jawab sosialnya,”ujarnya.
Adapun berapa besarannya CSR untuk perusahaan di daerah , katanya lagi, hal itu sudah barang tentu belum ada acuannya. Khusus hal tersebut juga harus jelas dan ada dasarnya, apakah 2, 2,5 atau 3 persen dari keuntungan perusahaan, dan lagi pula perusahaan di daerah seperti di Pati ini adalah perusahaan swasta. Karena itu, sudah semestinya jika perusahaan yang bersangkutan memenuhi kewajibannya pengucuran dana tanggung jawab sosial.
Selain ke Tangerang soal CSR pihaknya juga ke DPRD DKI Jakarta, soal rencana pembahasan tata tertib DPRD yang berhubungan dengan setiap personel anggota harus mensosialisasikan produk-produk perda yang dihasilkan. Hal itu semacam kegiatan reses, di mana setiap anggota Dewan bisa beetemu dan menyampaikan sosialisasi perda kepada para konstituen di daerah pemilohan (Dapil) masing-masing.
Di DKI untuk keperluan tersebut tersedia alokasi anggaran meskipun tidak seberapa, tapi di Jawa Tengah hal itu tidak diperbolehkan karena sosialsasi perda sudah melekat pada Bagian Hukum Setda. Sehingga jika Dewan dilibatkan dalam kegiatan tersebut, kedudukannya adalah sebagai narasumber sehingga bukan penyampai materi perda yang disosualisasikan.
Terlepas dari hal tersebut, paling tidak Bapemperda banyak mendapat pembelajaran tentang bagimana tingkat kesulitan yang harus dihadapi saat harus menyusun perda. ”Karena itu, hal tersebut harus tertuang dalam tata tertib (Tatib) DPRD, agar setiap produk hukum yang dihasilkan benar-benar komprehensif,”imbuh Bambang Susilo.(sn-adv)