Suasana rapat koordinasi Komisi B DPRD Pati dengan jajaran eksekutif terkait pemberian izin gamram impor Australia yang beberapa waktu lalu hingga sekarang membanjiri Pati, Selasa (26/2) hari ini.(Foto:SN/adv-aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Komisi B DPRD Pati bersama unsur pimpinan mengecam keras pemberian izin impor garam Australia yang beberapa waktu lalu hingga sekarang memnajiri Pati, sehingga sangat merugikan petani garam rakyat baik di wilayah Kecamatan Trangkil, Wedarijaksa, Juwana, dan Kecamatan Batangan. Apalagi importir yang bersangkutan juga memproduksi garam konsumsi.
Padahal garam impor tersebut seharusnya khisus untuk garam industri, dan yang lebih memprihatinkan lagi tempat penampungan diu Desa Langgenharjo, Kecamatan Juwana juga menimbulkan dampak tercemarnya lingkungan sekitar. Tidak hanya itu, saat ini produdsi garam rakyat hasil panenan tahun lalu (2018) harga jualnya pun terpuruk karena hanya Rp 500 s/d Rp 650 per kilogram.
Hal itu dikeluhkan perwakilan petani garam, kopertasi garam rakyat, perangkat desa dan kepala desa yang diundang hadir dalam rapat koortdinasi tersebut. Sebab, biasanya pada musim seperti sekarang hasil panenan produksi garam rakyat biasanya bisa laku di atas Rp 1.000 per kilogram, tapi adanya garam impor di lingkungan daerah penghasil garam benar-benar sangat merugikan petani dan juga mencemari lingkungan.
Sebab, Desa Langgenharjo yang menjadi pusat penampungan garam impor untuk kepala desa (Kades) yang bersangkutan, Suwaji sejak awal sudah tegas menolak desa mebjadi pusat penampungan garam tersebut. Akan tetapi pihak yang berkompeten berkait dengan tata lingkungan, yatu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati justru tetap memberikan rekomendasi terbitnya pemberian izin itu.
Bahkan salah seorang anggota Dewan dari Komisi B, Haryono yang kebetulan berasal dari Desa Langgenharjo bersikeras agar permasalahan ini agar diusut secara tuntas, dan bila perlu diselesaikan melalui proses hukum. Sebab, permohonan izin garam impor pada awalnya hanya sebanyak 3.050, tapi belakangan berubah menjadi 35.000 ton, dan yang membuatnya tak habis pikir izin yang diberikan terakhir meningkat tajam menjadi 200.000 ton.
Pernyataan sikap keras lainnya justru dilontarkan oleh Wakil Ketua DPRD Pati, H Muhammadun, karena ketika pihaknya menanyakan hal itu kepada perwakilan dari eksekutif atas terbitnya izin oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu, dilihat dari gestur tubuh saja tidak merasa bersalah. Memang pemberian izin itu bisa dicabut, tapi jika permalasahannya sudah seperti ini tetap menimbulkan permasalahan.
Seharusnya pihak berkompeten itu dalam mengambil langkah sesuai bidang tugas masing-masing seharusnya memberikan perlindungan kepada rakyat. Di bidang perizinan, hal-hal seperti itu pun terus terulang, di antaranya saat pihaknya minta penjelasan soal pemberian izin beroperasinya toko modern maupun tempat karaoke, ternyata di belakang hari tetap menimbulkan permasalahan.
Kerena itu sesuai tuntutan para petani garam rakyat, dan pihak pemerintahan desa pemberian izin kepada importir garam ini tetap harus dicabut. Sedangkan Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperind) Kabupaten Pati, Riyoso, yang diberi kesempatan menyampaikan pendapatnya mengatakan, ”Bahwa dalam hal terbitnya izin garam impor Australia ini, Pak Bupati benar-benar kecolongan,”katanya.
Hadir di tengah-tengah berlangsungnya rapat koordinasi itu, adalah Ketua DPRD H Ali Badrudin. Sedangkan dari jajaran Eeksekutif yang pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) hadir secara langsung selain Kepala Disdagperind Riyoso juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Edy Martanto, dan dari DLH maupun Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu mewakilkan kepada staf.(sn-adv)