Eddy Siswanto yang memadukan antara kelengkapan pakaian adat Pati dengan busana tradisi peninggalan leluhur suku bangsa Tionghoa, yaitu baju tanpa krah leher atau lebih dikenal dengan sebutan baju koko.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM DI bawah arahan penata busana yang juga ahli tata rias pengantin, Endah Sri Wahyuningati, selama menyambut datangnya Tahun Baru Imlek 2570 Ketua Umum Kelenteng se-Kabupaten Pati, Eddy Siswanto merasa sudah saatnya melakukan peraduan dalam berbusana. Yakni, antara Pakaian Adat Pati dan busana leluhur suku bangsa Tionghoa.
Hal itu sebagai wujud kepedulian yang bersangkutan, bahwa warna adat lokal dalam berbusana juga menjadi cermin atas penghargaan terhadap para leluhur, di mana bumi Pati yang dipijak selama ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, dalam momentum menyambut dan merayakan Tahun Baru Imlek 2570 adalah saatnya memwujudkan kepribadian dalam berbudaya.
Salah satu di antaranya, kata dia tak lain melalui keserasian antara busa atau pakaian adat Pati yang cenderung dengan warna gelap (hitam). Hal itu baik mulai dari ikat kepala, baju, celana dan kain jarit yang melengkapinya, dan semua terpadu oleh warna produk kain batik lokal, Bakaran Juwana.
Ternyata, dari perpaduan busana adat dan busana khas leluhurnya dalam bentuk baju tanpa krah leher atau baju koko benar-benar sebuah keserarian atau keterpaduan suatu budaya. ”Keterpaduan budaya tersebut, filosofinya tak lain keterpaduan rasa memiliki bahwa Kabuoaten Pati dan NKRI ini adalah milik semua suku bangsa yang berbeda dalam bingkai kebhinekaan,”tadasnya.(sn)