Ketua Umum Kelenteng se-Kabupaten Pati, Eddy Siswanto melakukan sembayang menjelang bergantinya Tahun Imlek 2569 ke 2570 di Tahun 2019, di Kelenteng Hok Tik Bio Pati.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Menjelang bergantinya Tahun Imlek 2569 ke 2570 di Tahun 2019 Masehi, pagi dan sore sempat turun hujan dengan curah rendah, tapi malam harinya langit Kota Pati hanya disaput awan tipis. Sehingga sampai menjelamg datangnya tahun baru ber-shio ”Babi Tanah” sekitar pukul 23.00 sampai Selasa (5/2) dini hari hujan pun tiada turun.
Kondisi cuaca seperri itu menimbulkan multi tafsir di kalangan masyarakat, bahwa hal tersebut sebagai tanda di tahun ini ”seret” dalam upaya mencari rezeki. Akan tetapi, menurut salah seorang koodinator Gusdurian Pati yang juga penyelenggara penyambutan Tahun Baru Imlek 2570 Kelenteng Hok Tik Bio Pati, Kiai Happy Irianto menepis anggapan tersebut. Bahkan kiai yang bersangkutan cukup optimistis.
Apalagi jika tidak masyarakat di belahan bumi NKRI ini akan menyongsong tanda-tanda datangnya kemakmuran, karena jika dikaitkan dengan shio Tahun 2570 adalah ”babi tanah” dan binatng tersebut merupakan simbol kemakmuran. Sedangkan tahun imlek dengan shio tersebut, baru kembali terulang setelah kurun waktu 60 tahun.
Sebab, tahun imlek dengan shio tersebut pernah terjadi di Tahun Masehi 1959, di mana pada masa itu ”Indonesia Muda” siap menyongsong masa depannya. ”Setelah 60 tahun berlalu, dan shio tersebut sama dengan shio di masa itu, maka simbol kemakmuran bakal bisa diwujudkan sepanjang kita yakin memang mampu mewujudkan,”ujarnya.
Dalam suasana sukaria, ibu-ibu yang hadir di acara ramah tamah menyambut malam pergantian Tahun Imlek di Kelenteng Hok Tik Bio Pati, semalam.(Foto:SN/aed)
Sepanjang kita tetap mempunyai komitmen untuk menjaga dan mengawal tegaknya kedaulatan NKRI dengan mengedapankan persatuan dan kesatuan, menghormati perbedaan semua tentu akan menuai berkah, yaitu kemakmuran. Akan tetapi, kalau kita hanya terus mengusik bahwa perbedaan hanya untuk menunjukkan bahwa yang mayoritas harus menguasai dan menekan yang minoritas, hanyalah kehancuran yang akan kita terima dalam berbangsa dan bernegara.
Apalagi, jika kita hanya memanjakan hujatan dan ujaran kebencian karena perbedaan, ya tinggal menunggu tiba saatnya kehancuran itu. Sebab, kita tak lagi mampu berpikir dengan nalar dan akal waras karena nurani kita sudah dirasuki angkara, sehingga kita tinggal memilih untuk terus tetap berjalan seiring atau saling menohok di antara kita hanya karena berbeda keyakinan, berbeda paham, dan berbeda yang lainnya.
Sebenarnya banyak hikmah dan petuah yang bisa kita dapatkan dari perbedaan untuk mengawal kedaulat di negeri ini, secara sederhana dan tidak perlu susah-susah dengan saling menghargai atas perbedaan itu sendiri. Itulah sebenarnya ajaran sederhana tentang toleransi, sehingga masing-masing mempunyai peran sesuai dengan apa itu perbedaan yang sebenarnya sudah merupakan berkah dan karunia dari-Nya.
Contoh sederhana dan paling gampang juga sudah diberikan kepada kita, cukup dengan melihat jari tangan atau kaki itu. ”Masing-masing dengan jari yang lima tersebut, jika dipaksakan untuk dan harus sama maka dijamin pasti terjadi kesulitan fungsi yang tidak bisa seiring sejalan, untuk sebuah tujuan seperti untuk mencapai dan mewujudkan kemakmuran.”(sn)