Dandim 0718 Pati, Letkol ARM Arief Darmawab menyampaikan samnbutan pengantar kepada para penonton pertunjukan wayang kulit semalam suntuk di halaman Makodim setempat sebagai rangkaian peringtan Ke-74 TNI.(Foto:SN/aed)
Alugoro
SAMIN-NEWS.COM PATI -Jika dianalogikan Tahun 2019 TNI kita baru berusia 74 Tahun, sedangkan seni pertunjukan wayang kulit sudah ada pada masa Kanjeng Sunan Kalijaga sebagai media dakwah penyebaran agama Islam di Tanah.Jawa. Dengan demikian nama salah satu senjata Ratu Manduro Prabu Bolodewo yang bernama Alugoro jauh sebelumnya sudah ada.
Nama senjata tersebut menjadi pilihan salah satu kesatuan paskukan tempur yang kebetulan bermarkas di Pati, di bawah kendali Kodim 0718 Pati. Yakni, Bataliyon Infantri (Yonif) 410, sehingga tidak salah jika Dandim 0718 Letkol ARM Arief Darmawan dalam menggelar pertunjukan wayang klit semalam suntuk oleh Dalang Ki Sigit Aryanto (Rembang) dalam memperingati Ke-74 HUT TNI, besar kemungkinan salah satu tujuannya adalah untuk merefleksi asal-usul itu.
Semnatara itu di depan para penggemarnya, termasuk jajaran Forkompimda Kabupaten Pati, dalang Sigit dengan luagas tegas serta lebih dominan menggunakan bahasa gaya pesisiran panura timur saat membesut cerita ”Banjaran Kokrosono bisa dengan mudah diterima para penonton, Lagi pula jug-jug yang diselipkan oleh dalang lulusan Institut Seni Indoensia ini juga tidak terlalu vulgar, sehingga dirasakan sangat familier.
Dalang mengawali adegan pertama, Sinuhun Ratu Manduro Prabu Basudewo yang sudah cukup lama berobsesi sehingga sampai terbawa halusinasi sehingga orang yang ada di depannya dikira putra pertamanya yang berkulit ”bule” Kokosrono. Sehingga tanpa sadar Prabu Basudewo mengeluarkan sabda, bahwa besok yang akan menggantikan kedudukannya sebagai Ratu Manduro adalah Kokosrono.
Adegan Prabu Basudewo di hadapan Raden Kongso dan Kokosrono mengamuk ketika mengetahui orang tuanya Demang Sagopo disakiti prajurit utusan dari Manduro, sehingga harus dicegah adiknya, Noyorono.(Foto:SN-aed)
Sadar akan kesalahannya dalam bersabda maka Prabu Basudewo pun siap menghadapi dan menanggung risiko apa pun, karena sejak anak-anaknya baik Kokosrono maupun Noyorono serta putrinya Brotojoyo lahir, suatu saat ancaman yang akan terjadi terhadap putra -putrinya diramalkan bakal terjadi. Karena ketiganya dititipkan kepada Demang Sagopo dan Nyai Demang Sogupi, di Widorokandang.
Terlepas dari adegan cerita bagian itu, maka atas tipu-tipu adiknya Noroyono maka dibujuklah Kokrosono agar berangkat naik ke Gunung Jolotundo ketimbang jadi buronnya prajutit Manduro atas perbuatan yang dilakukan. Ternyata itu sebuah cara agar Kokrosono mau bertama di pucuk gunung tersebut, dan di sinilah akhir hasilnya dia didatangi dewa Batara Bromo.
Dari Bromo inilah Kokrosono yang setelah menjadi Ratu di Manduro berganti nama Bolodewo diberi dua pusaka ampuh dua yang satu pusaka bernama ”Menggolo” dan yang satu lagi Alugoro, dan selesai pertemuannya dengan Dewa Bromo, Kokrosono kembali ke Kademangan Widorokandang. Sedangkan Raden Kongso yang merasa Prabu Basudewo tidak akan memberikan Kerajaan Manduro, maka yang bersangkutan pun ”ngluruk” ke Widorokandang hendak membunuh Kokrosono.
Di temoat inilah twerjadi perang tanding cukup seru dalam episode ”Kongso Adu Jago”, dan dalam peperangan tersebut Kokosrono nyaris mati di tangan Kongso. Dalam luka penuh di sekujur tubuhnya, maka yang berjasa merawat hingga sembuh adalah satu punakawan Petruk.(SN-sigit).