Bupati Haryanto dan para PKL Alun-alun Simpanglima Pati, Jl P Sudirman dan Jl Pemuda Pati dalam sosialisasi penataan PKL di pendapa kabupaten setempat, Rabu (16/1) hari ini.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Pemerintah Kabuoaten (Pemkab) Pati dalam upaya menata pedagang kaki lima (PKL) dengan merelokasi mereka dari Alun-alun Simpanglima, Jl P Sudirman, dan Jl Pemuda ke tempat baru, bekas TPK Perhutani KPH Pati, ini bukan persoalan antara mau dan tidak mau. Akan tetapi, mau dan mau itulah yang harus diterima oleh para PKL yang bersangkutan.
Sebab, hal itu merupakan amanat Peraturan Daerah (Perda) No 13 Tahun 2014 yang sudah hampir lima tahun mengalami keterlmabtan pelaksanaannya. Di sisi lain, uaya penataan PKL tersebut berkait erat dengan persiapan pelaksanaan revitalisasi fasilitas publik alun-alun yang pembangunannya segera dimulai paling lambat Februari nanti.
Itulah penegasan Bupati Haryanto di depan lebih dari 400 PKL yang selama ini berjualan di alun-alun, Jl P Sudirman, dan Jl Pemuda dalam Sosialisasi Penataan PKL, di penfapa kabupaten setempat hari ini, Rabu (16/1). Relokasi lengkap dengan fasilitas yang disediakan, meskipun belum maksimal dan masih membutuhkan pembenahan, hal itu merupakan bentuk perhatian pihaknya kepada para PKL.
Akan tetapi, di sisi lain, warga Kabupaten Pati yang berjumlah 1,3 juta jiwa juga membutuhkan perhatian dengan menyediakan fasilitas publik, yaitu alun-alun yang benar-benar maksimal. Karena itu, jumlah mereka yang cukup banyak bila dibanding jumlah PKL yang direlokai itu tentu harus juga dipenuhi.
Di sisi lain Bupati juga menegaskan, bahwa upaya penataan kawasan alun-alun bukanlah sebuah proyek yang ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik. Lagi pula, proyek tersebut juga bukan karena keinginan, melainkan suatu kebuthan sehingga pelaksanaannya tidak bisa ditunda-tunda lagi, sehingga kalau pembangunan alun-alun sudah dimulai setelah selesainya, tentu tidak bisa digunakan berjualan lagi oleh para PKL.
Karena itu, jika ada yang menyebutkan bahwa pihaknya tidak menaruh perhatian akan nasib para PKL, hal itu jelas tidak benar. ”Justeru merelokasi ke tempat yang sudah dibangun itulah bentuk perhatian kami, karena selama mereka berjualan di alun-alun kami juga tidak pernah mempermasalahkan, dan bahkan kami juga senang karena warga kami mempunyai sumber penghasilan,”ujarnya.
Hanya yang menjadi permasalahan, katanya lagi, tentu kalau berjualan di tempat baru khawatir kalau sepi pembeli. Jika itu yang terjadi, pihaknya pun ikut merasa sedih sehingga kebijakan yang diberlakukan dalam menyikapi hal tersebut, pada tiga bulan pertama para PKL dibebaskan dari kewajiban membayar pajak daerah maupun retribusi.
Demikian pula, bagi yang mempunyai tanggungan dengan pihak petankan maka pihaknya pun akan turun tangan mengumpulkan bank yang bersangkutan, untuk menunda pembayaran pinjaman PKL Akan tetapi dengan catatan asal pinjaman tersebut benar-benar untuk kepentingan modal berjualan, bukan untuk membangun rumah maupun membeli motor dan mobil.
Untuk menciptakan agar suasana di tempat berjualan yang baru ramai pengunjung, upaya yang dilakukan adalah menyediakan fasilitas hiburan dengan paket seni-budaya yang secara terus menerus ditampilkan di tempat tersebut. Sedangkan hal lain yang juga dberikan kemudahan, mereka boleh berjualan selama 24 jam di lokasi tersebut.
Berkait dengan relokasi, saat boyongan nanti juga akan dicarikan ”hari baik”, karena di tempat baru ini memang untuk mencari sumber penghasilan. ”Karena itu, fasilitas apa saja yang dirasakan masih kurang hal itu bisa disampaikan, baik kepada kami, Pak Wakil Bupati maupun Pak Sekda, dan itu akan kita kawal bersama-sama,”tandasnya.(sn)