Salah satu tempat pembongkaran garam impor dari Australia yang membanjiri Pati.(Foto:SN/dok)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Apa pun alasannya pihak yang berkompeten di Pati mengeluarkan izin perluasahan garam impor dari Australia hingga 200.000 ton per tahun, jika itu sebuah kebijakan tentu sama sekali tidak bijak. Sebab, Kabupten Pati merupakan pusat produksi garam rakyat yang berlangsung secara turun temurun.
Produksi garam yang dihasilkan para pemadak dari areal tambak garam yang ada mulai dari Kecamatan Batangan, Juwana, Wedarijaksa, dan Kecamatan Trangkil dari sisi kualitas memang masih belum sebanding dengan garam impor. Seharusnya jika izin impor garam diberikan, seharusnya garam tersebut agar diolah menjadi garam industri.
Akan tetapi faktanya, importir yang bersangkutan juga mengolahnya menjadi garam konsumsi sehingga kebijakan tersebut, sama saja ”membunuh” perlahan-lahan para pemilik usaha garam rakyat. Apalagi garam yang diimpor tersebut, ternyata juga ada yang langsung dikirim ke Bandung sehingga sudah pasti hal itu sulit dilakukan oleh pemilik usaha garam rakyat.
Hal itu terlepas pemilik usaha tersebut juga ikut membeli garam impor, sehingga garam rakyat yang dihasilkan para pemadak dengan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan harga jualnya saat ini pun terlalu rendah. Yakni, per kilogram hanya dibeli oleh para pemilik usaha atau pedagang pengumpul sebesar Rp 650.
Menyikapi kondisi tersebut, akhirnya rapat koordinasi oleh pihak yang berkompeten dengan Bupati Haryanto untuk membahas permasalahan itu pun dilangsungkan. Kendati Bupati sekarang tidak lagi ikut menentukan atau menandatangani pemberian izin kegiatan usaha, tapi jika ada hal-hal yang krusial tetap harus campur tangan.
Ditanya berkait upaya dan langkah yang diampil, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu ((DPMPTSP) Kabupaten Pati, H Sugiyono tidak mengelak. Prinsipnya, pemberian izin perluasan usaha impor garam 3.050 ton ke 200.000 ton yang dikeluarkan 23 Februari 2018 tetap akan dicabut.
Dengan demikian, masih kata dia yang baru menjabat sebagai Kepala DPMPTSP tanggal 2 Maret 2018, izin perusahaan yang diberikan tetap 35.000 ton per tahun. Hal itu sudah dikoordinasikan dengan pemerintah provinsi dan pusat sebagai evaluasi terhadap usaha importir yang bersangkutan, sehingga importir itu harus menyesuaikan.
Jika sarana dan prasarana perusahaan itu sudah benar-benar maksimal, dan juga sudah mau menampung produksi garam rakyat di Pati, hal itu akan menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan untuk perubahan izin yang diberikan sekarang. ”Hal tersebut sesuai perintah Pak Bupati, dan agar benar-benar menjadi perhatian importir yang bersangkutan,”tadas Sugiyono.(sn)