SELAIN “angger-angger” laku/sikap dan perbuatan Wong Sikep juga punya “angger-angger” pangucap (berbicara) yang jujur pula. Mereka memahami benar apa itu “pangucap saka lima bundhelan ana pitu lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu.” (Lima yang diucapkan itu dengan tujuh pengikat, dan sembilan yang diucapkan juga dengan tujuh pengikat)
Itu artinya mempunyai makna, antara yang ada dalam hati dan pikiran harus sama-sama sejalan. Demikian pula antara ucapan dan perbuatan tidak bebeda yang semua mengalir pada muara kejujuran.
Semua harus dijalani, yaitu laku “sabar” lan “trokal” (sabar lan tawakal). Dengan demikian, laku Wong Sikep itu harus menjalani tatanannya “wong” (manusia).
Masing-masing “sikep rabi” (bergaul dengan istri). Sedangkan yang satu lagi adalah “sikep penggaotan” (bekerja) menggarap sawah maupun tegalan. Hal tersebut berkait erat dengan pemahaman bahwa “wong urip kudu ngerti uripe, merga urip siji digawa selawase.”
Karena itu, mereka juga percaya bahwa “wong” tidak mati, melainkan hanya “salin sandhangan.” Bagi mereka “sepisan dadi wong selawase dadi wong.”
Merefleksi dan mentransformasi “angger-angger” kejujuran laku dan pangucap Wong Sikep itulah, kami mencobanya sebagai bentuk pemahaman sederhana untuk membuka sebuah “jendela dunia” Samin News dalam bingkai “online”. Semoga menambah khasanah pengetahuan para penikmat dan pembaca. Salam Kejujuran.(AED)