SAMIN-NEWS.COM JIKA ada di antara jutaan warga di republik ini saat berlangsungnya perayaan hari baik Idul Fitri ada yang ingat dan tergerak nuraninya, untuk mendoakan pemimpin tertinggi atas nama bangsa ini, sesungguhnya hal itu benar-benar luar biasa. Tanpa pemimpin ibarat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), jelas bak kapal besar tanpa nakhoda.
Seharusnya sebagai bangsa yang besar kita tak boleh ingkar, bahwa pemimpin tertinggi kita adalah presiden. Presiden kita berdasarkan komitmen konstitusional sampai saat ini, siapa lagi kalau tidak Joko Widodo (Jokowi), terlepas masa kepemimpinannya hanya tinggal tak lebih dari 16 bulan lagi, tapi sudah sepatutnya doa untuk yang bersangkutan di hari baik ini kita panjatkan.
Hal itu tentu terlepas pula bahwa Jokowi nanti akan tampil lagi sebagai calon presiden (Capres), untuk kembali memimpin republik ini atau tidak, siapa pun yang merasa sebagai rakyat yang merasa dipimpin, tidak perlu nyinyir dengan apa yang sudah dan tengah dirasakan. Sebab, masalah memilih presiden sudah diagendakan seara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Bagi yang merasa memilih pemipin itu tidak perlu, karena setiap individu merasa dirinya adalah pemimpin juga sah-sah saja. Namun yang menjadi pertanyaan, cukupkah kita yang merasa punya republik menyatakan diri sebagai pemimpin tanpa berproses dalam sebuah komitmen konstitusi, maka jangan berharap tindakan makar atau apa pun bentuknya itu akan mendapat tempat di bumi NKRI harga mati ini.
Karenanya dengan pemipin itulah kita menjadi bangsa terhormat, dan bagi yang ingkar akan hal itu mungkin selama ini merasa bumi tempat berpijak adalah alam lain. Jika memang benar merasa demikian, layakkah belum apa-apa mengklaim diri sebai yang terbaik, paling pintar, paling benar tapi ujung-ujungnya juga ngiler untuk berkuasa.
Kiranya lebih bijak, jika merasa sebagai rakyat tetap jadilah rakyat yang sah untuk bermimpi menjadi pemimpin bangsa di republik ini. Akan tetapi, berproseslah sebagai pemimpin yang dipilih oleh rakyat yang dipimpin, bukan pemimpin yang membungkus diri atas nama kebebasan bersuara karena hal itu akan menyesatkan.
Demikian pula, jika kita ini sebagai rakyat janganlah hanya pandai menuntut, mencela, menghujat dan menista, tapi tak pernah berbuat apa-apa untuk bangsa dan negaramu. Jangankan berbuat yang bermanfaat untuk sesama rakyat, untuk mendoakan pemimpinmu saja kalian abai meski sebenarnya sadar bahwa berdoa itu bukan hal yang mahal harganya.
Sebab setiap individu berdoa dan mendoakan itu bagian dari kesadaran religi atas penyadaran diri, , bahwa kita ini sebenarnya makhluk kecil dan lemah. Sehingga yang sudah digariskan oleh-Nya untuk memimpin kita, doa pun sepantasnya kita mohonkan bagi yang benar-benar menyediakan memimpin republik ini. Semoga tanpa cacat dan cela, tentunya.(Ki Samin)
.