JIKA awal kita ingin mengetahui sejauh mana tentang sosok Adipati Pati pertama, Kembang Joyo yang makamnya berada di kompleks situs Genuk Kemiri, di Desa Sarirejo, lagi-lagi kita hanya mempunyai akar pegangan berupa cerita tutur. Yakni, bermula dari perseteruan antara dua kadipaten Carangsoko dan Parang Garuda.
Faktor penyebabnya tak lain, gagalnya perhelatan perkawinan antara putri Carangsoko Rayung Wulan dengan putra Parang Garuda, Menak Josari yang digambarkan buruk rupa. Pembuat atau pemilik cerita tutur tersebut terkesan membuat kesamaan cerita itu sama dengan cerita Menak Jinggo di masa Kerajaan Mojopahit.
Padahal, fakta di Kemiri sampai saat ini masih terdapat sebuah makam tak terawat di salah satu lahan pekarangan warga. Makam ini belum banyak mengungkapkan, bahwa itu adalah makam kuna yang diperkirakan sebagai Ki Ageng Kemiri atau nama lain adalah Josari yang dijadikan asal-usul nama desa sampai sekarang, yaitu Sarirejo.
Sedangkan nama Kembang Joyo, sebagai cikal bakal pendiri pusat pemerintahan Kadipaten Pati kendati situs makamnya berada di lingkungan situs Genuk Kemiri, ternyata tidak banyak catatan yang bisa dijadikan rujukan. Sehingga untuk sebuah cerita tutur sendiri, bukanlah hal tabu untuk bahan menelisik berlangsungnya pusat pemerintahan pada masa itu.
Hanya masalahnya, benarkah nama Kembang Joyo yang disebut-sebut sebagai putra Sunan Muria yang berkakak Penewu Mojosemi, Sukmoyono, apa memang benar ada. Sebab, sebutan lain dari kembang juga bisa puspa maupun sekar, atau bahkan sebuah perang di dunia pewayangan pun disebut perang kembang atau perang awal yang gagal.
Dengan demikian, bisa diartikan apakah Kembang Joyo itu bukan nama atau sebutan lain dari seorang Adipati Pati yang pernah mengobarkan perang, tapi gagal. Memang ada yang menyebutkan, bahwa Adipati Pati yang pernah mengobarkan perang adalah Kayu Bralit, tapi sayangnya tidak disebutkan siapa lawan berperangnya.
Adapun Adipati Pati yang pernah mengobarkan perang tapi tidak membuahkan hasil, bisa dicatat terjadi pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Penambahan Senopati (1601), putra Ki Gede Pemanahan yang juga putra angkat Sultan Pajang Hadiwijoyo. Perang tersebut terpusat di Kali Dengkeng, daerah Pandan Simping, masuk wilayah Kabupaten Klaten.
Perang tersebut gagal total, karena begitu Adipati Pati Wasis, putra Ki Ageng Penjawi bersama para prajurit pilihan menyeberangi alur kali itu untuk masuk ke kawasan Alas Mentaok terlebih dahulu porak-poranda dihantam lahar dingin Merapi. Lagi-lagi pertanyaan pun mengusik penalaran kita, apakah Adipati Kembang Joyo itu sama dengan Adipati Pati Wasis yang dalam cerita tutur nama lengkapnya disebut Wasis Joyo Kusumo.
Rasanya terlalu naif jika kita dalam hal ini tidak membuka ruang pemikiran berdasarkan penalaran, meskipun hal itu harus terpatahkan cerita tutur yang kebenarannya dianggap mutlak oleh masyarakat secara turun temurun hingga sekarang. Sebab, ketika Adipati Kembang Joyo berkuasa dengan pusat pemerintahan di Kemiri, muncullah sebuah pemberontakan oleh Empu Sumali, asal Klaling.
Wilayah tersebut sekarang ini, masuk Kecamatan Jekulo, Kudus. Pemicu terjadinya makar oleh tokoh itu, karena Kembang Joyo pernah berjanji, bagi siapa saja yang bisa membuka Alas Kemiri untuk dijadikan pusat pemerintahan akan diberikan hadiah wilayah Bumi Bothak Kulonnegoro, atau nama lain dari Gunung Bedah yang masih melekat hingga sekarang (bersambung)