Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati, Riyoso (no 3 dari kiri) saat memberikan pengarahan dalam Penyuluhan Kedispilinan PKL dan Pedagang Asongan.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Para pedagang kaki lima (PKL) dan pedagang asongan diminta untuk terus meningkatkan kualitas, terutama saat berjualan dan juga kualitas barang dagangan yang dijual. Dalam berjualan tentu harus disiplin soal waktu, baik mereka yang di pinggir jalan maupun yang di kawasan Alun-alun Simpanglima Pati.
Apalagi, para PKL yang disebut terakhir, setiap pemerintah kabupatn (pemkab) punya hajat selalu dilibatkan, sehingga hal tersebut merupakan salah satu upaya agar para PKL ini mampu menimgkatkan kualitasnya. Dengan PKL yang berkualitas, maka mereka akan mampu memenuhi kebutuhan yang menjadi selera pengunjung.
Hal tersebut merupakan dsimpulan sambutan pengarahan Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Kabupaten Pati, Riyoso ketika membuka penyuluhan kedisiplinan para PKL dan Pedagang Asongan di aula lantai dua, organisasi pemerintah daerah (OPD) yang bersangkutan. Dengan disiplin tinggi, katanya lebih lanjut, maka kulaitas pun akan dimiliki oleh mereka.
Dengan PKL yang berkualitas lebih dibanding daerah lain, sudah barang tentu akan menjadi pilihan pengunjung, terutama yang senang berwisata kuliner. ”Di Pati mempunyai kuliner khas mulai dari Soto Kmiri, nasi gandul, kepala manyung sampai nasi tewel yang sudah dikenal oleh siapa saja yang menggemarinya,”ujarnya.
Jika dia pernah menjabat sebagai Plt Kepala Satpol PP itu selalu menekankan kedispilinan jam berjualan maupun kebersihan, hal itu semata-mata agar para PKL bisa lebih meningkatkan kualitasnya. Demikian pula terhadap permasalahan lain yang tidak sesuai ketentuan seperti peraturan daerah (perda) pihaknya pasti tidak segan-segan mengambil tindakan.
Dari kinerja tersebut, pihaknya justru menerima penghargaan dari Forum Wartawan Pati sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) kontroversial. Terlepas dari semua itu, kepada para PKL pun diingatkan bahwa yang menjadi pusat mencari sumber penghidupan tersebut merupakan fasilitas ruang publik, hal itu sehingga pemanfaatannya pun hars disiplin.
Dari pengalaman kunjungan kerja baik ke Singapura maupun Malaysia, kotanya memang bersih dari PKL. Akan tetapi, di Indonesia kebaradaan PKL sudah menjadi bagian dari identitas yang harus mendapat perhatian serius upaya penataannya, karena mereka adalah para pekerja nonformal dalam sisi lain perekonomian.
Hal tersebut justru menjadi bagian potensi yang harus mendapatkan perhatian tersendiri, ketimbang dengan potensi terkesan gagah tapi untuk memenuhi kebutiuhqn hidupnyq justru mengharapkan bansos dari pemerintah. ”Khusus festival kuliner dengan makan gratis sebanyak 3.000 orang yang semula dijadwalkan Sabtu (28/7) di Plasa Pragola, diundur menjadi Sabtu (4/8) di Alun-alun Simpanglima Pati,”imbuh Riyoso.(sn)