Mengembalikan Ketoprak Sebagai Seni Pertunjuikan

Salah satu adegan seni pertunjukan Ketoprak Laras Budoyo Pati pada acara Sedekah Bumi (Bersih Desa) Pegandan, Kecamatan Margorejo, Pati dalam lakon Kebo Marcuet.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  JIKA kesenian ketoprak kendati bukan asli Pati tapi dalam kurun dua dasa warsa terakhir  justru marak dan berkembang pesat di daearah pesisir ini hendak ditetapkan sebagai salah satu bagian dari strategi pembangunan kebudayaan, maka perlu kajian yang lebih komprehensif lagi. Salah satu upaya yang harus menjadi komitmen bersama, yaitu mengembalikan ketoprak sebagai seni pertunjukan.
Dengan demikian, daerah harus punya regulasi yang jelas dan tegas berupa peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang kewajiban kaderisasi bukan hanya dari kepentingan para senimannya, tapi juga unsur pendukung kesenian pertunjukan tersebut. Di antaranya, sutradara, pembantu sutradara (keprak), tata rias, tata busana, dekorasi (art), tata lampu, dan yang tidak kalah penting yaitu penabuh gamelan.
Karena itu, jika pihak Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, kini tengah mempersiapkan pelaksanaan program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) ini sebuah upaya yang harus mendapat dukungan semua pihak. Akan tetapi hal ini tidak bisa jika hanya melalui sentuhan secara parsial, melainkan harus benar-benar totalitas.
Itu artinya, sasaran gerakan ini akan mengarah ke mana pun harus jelas, dan kesenian apa yang akan menjadi sasaran program garapan. Karena ketoprak menjadi bagian dari strategi pembangunan kebudayaan, maka secara proporsional harus menjadi sasaran dengan persentase tertinggi, yaitu 60 atau 75 persen, sehingga sisanya untuk menggarap unsur kesenian yang lain.
Tidak hanya cukup itu, tingkatan sekolah yang menjadi objek sasaran program gerakan tersebut juga tak bisa diabaikan. Maksudnya, secara proporsional untuk anak-anak tingkatan SD dan SMP dengan persentase yang sama, 50-50 atau 60-40 sehingga hasilnya akan terlihat, pada tingkatan sekolah apa yang bisa mencapai maksimal.
Selain GSMS, upaya tersebut harus diikuti dengan penataan manajemen grup-grup kesenian, utamanya seni pertunjukan, dan lebih khusus kesenian ketoprak. Khusus kesenian yang satu ini harus porsi pertunjukannya harus dikembalikan ke asal mulanya, yaitu lebih menitikberatkan pada unsur pertunjukan cerita/lakon, sehingga unsur menghibur dalam bentuk lain seperti musik dangdut maupun campursari harus ditempatkan di luar itu.
Apalagi, jika kesenian itu sudah menjadi komuditas hiburan yang harus menghidupi para senimannya, maka unsur hiburan di luar seni pertunjukan tersebut juga harus diatur secara jelas dan tegas. Misalnya, hiburan tersebut dimulai pukul 19.30 s/d 21.00, dan berikutnya hingga pertunjukan berakhir murni untuk seni pertunjukan ketoprak.
Hal tersebut tentu cukup proporsional, mengingat kehidupan seniman ketoprak bergantung pada komuditas pasar yang memberikan order bermain, terutama pada saat musim tiap desa menyeenggarakan acara sedekah bumi. Dengan demikian, perlu segera diupayakan tercapainya sinergitas antara penentu kebijakan mulai dari kalangan pemerintah di tingkat kabupaten, kecamatan sampai ke desa/kelurahan dengan para pemilik usaha hiburan tersebut.(Ki Samin)
   
Previous post Pati Siapkan Strategi Pembangunan Kebudayaan
Next post Klenteng Hok Tik Bio Memaksimalkan Tempat untuk Nobar

Tinggalkan Balasan

Social profiles