Kepala Disdagperin Kabupaten Pati, Riyoso.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – dan .Mulai diperkenalkan beras renteng produksi Perum Bulog ke masyarakat, Dinas Perdagangan dan Perisdustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati, menyambut baik. Sebab, beras kualitas premium kemasan 200 gram/bungkus itu benar-benar bisa memenuhi harapan khususnya keterjangkauan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah maupun pas-pasan.
Jika pihak Perum Bulog konsisten dengan produk pangan yang disediakan maka ketahanan pangan benar-benar tidak hanya sekadar bisa diwujudkan, tapi juga bisa dinikmati langsung masyarakat di semua tingkata dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Bagi masyarakat mulai kalangan menengah ke bawah bisa membeli sesuai kemampuan daya beli masing-masing.
Dengan demikian, kata Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati, Riyoso, jika produk beras renteng itu sudah disalurkan ke pasar maupun rumah pangan kita (RPK) di bawah binaan Bulog, masyarakat pasti akan tertarik untuk mengkonsumsinya. Selain beras dengan kualitas premium, untuk membeli satu bungkus kemasan itu harganya juga terjangkau.
Sebab, harga satu bungkus kemasan isi 200 gram sesuai informasi, RPK membeli dari Bulog Rp 2.350 dan menjualnya pada konsumen Rp 2.500/bungkus. ”Sehingga untuk membeli satu kilogram sama saja dengan lima bungkus dengan harga Rp 12.500, dan itu bisa dikonsumsi sesuai kebutuhan,”ujarnya.
Keuntungannya, masih kata Riyoso, masyarakat tiap hari sudah bisa memperkirakan harus membeli berapa b ungkus, untuk memenuhi kebutuhan makan anggota keluarganya. Dengan demikian, keterjangkauan membeli sesuai kemampuan daya beli masyarakat benar-benar bisa diwujudkan, dan itulah makna dari upaya Perum Bulog memproduksi beras renteng tersebut.
Karena itu sudah sewajarnya, jika pedagang di pasar-pasar tradisional bisa ikut beroeran aktif penjualannya. Jika hal tersebut benar-benar sudah berjalan, dan menjadi pilihan masyarakat maka Bulog harus konsisten dalam penyediaannya karena hal itu menjadi bagian dari tugas utama BUMN tersebut sebagai penyedia kebutuhan stok pangan nasional.
Jika untuk mempersiapkan itu, produksi dan pengkemasan beras renetng masih dilakukan di tingkat ibu kota provinsi, maka akan lebih baik jika semua sub-divre diberi kewenangan memproduksinya sesuai alokasi kebutuhan. Hal itu dari sisi penyediaan kebutuhan tetap terjaga, sehingga jangan setelah beras kemasan itu menjadi pilihan tiba-tiba menghilang dari pasar.
Apalagi, jika berikutnya sampai terjadi penggantian kapasitas kemasan yang semula per bungkus hanya 200 gram, kemudian misalnya berganti menjadi 2 kilogram. ”Hal itu sama saja masyarakat konsumen harus berubah lagi dalam memersiapakan kemampuan daya beli, terutama bagi warga yang kekampuan daya belinya rendah,”kata Riyoso.(sn)