Regulasi Pertimbangan Hukum Peraturan KPU


Doc. Firman Subagyo, SE,MH. komisi II DPR RI

SAMIN NEWS-NASIONAL-Kehidupan Berbangsa untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia melalui partai Politik diwarnai pandangan berbeda dari sudut norma hukum positif, KPU berkukuh keras untuk menetapkan PKPU No 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang diatasnya. untuk itu harusnya semua peraturan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi di negara kita. Untuk itu KPU harusnya melihat norma yang ada jangan menimbulkan interpretasi yang tidak relevan coba dilihat dicermati regulasi untuk dijadikan pijakan hukum, masih kata Firman Subagyo bentuk perundang-undangan ini harusnya dijadikan pertimbangan hukum peraturan KPU: 

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM
MELARANG MANTAN NAPI KORUPSI/PIDSUS
TIDAK BOLEH MENDAFTAR CALON LEGISLATIF

I. Dasar Hukum:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
b. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
d. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
e. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2017
f. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009
g. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2015
h. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-VIII/2015

II. Permasalahan:
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat Rancangan Peraturan KPU antara lain materi muatannya mengatur tentang Larangan Mantan Narapidana Koruptor tidak boleh Jadi Calon Legislatif.

III. Analisis:
a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum;
1) Pasal 240 ayat (1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan, salah satu syarat terdapat di huruf g yakni:
g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;
2) Pasal 240 ayat (2) Kelengkapan administratif bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:…, salah satu diatur dalam huruf yakni:
huruf c => surat pernyataan bermeterai bagi calon anggota DPR; DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana;
3) Pasal 75 ayat (4) Dalam hal KPU membentuk peraturan KPU yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan pemilu, KPU Wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah melalui rapat dengan pendapat.

b. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

Pasal 8 ayat (1)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh …badan atau lembaga dalam hal ini yang dimaksud Peraturan KPU.

Pasal 8 ayat (2)
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;

Dalam Undang-Undang Perjanjian Internasional, bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan Undang-Undang atau dengan Peraturan Presiden.
Dalam Pasal 10 Ratifikasi dilakukan atau diatur dengan Undang-Undang apabila berkenaan dengan (a) masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan Negara, (b) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara Republik Indonesia, (c) kedaulatan atau hak berdaulat negara, (d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup, (e) pembentukan kaidah hukum baru, (f) pinjaman dan/ hibah luar negeri.

d. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2017;

Dalam putusan tersebut menyimpulkan:
bahwa telah ternyata ketentuan yang mempersyaratkan “tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf t UU Pilpres, Pasal 16 Ayat (1) huruf d UU MK, Pasal 7 Ayat (2) huruf d UU MA, Pasal 58 huruf f UU Pemda, dan Pasal 13 huruf g UU BPK tidak bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang ketentuan dimaksud diartikan tidak mencakup tindak pidana yang lahir karena kealpaan ringan (culpa levis) dan tindak pidana karena alasan politik tertentu serta dengan mempertimbangkan sifat jabatan tertentu yang memerlukan persyaratan berbeda sebagaimana diuraikan di atas

bahwa oleh karena Pasal 6 huruf t UU Pilpres, Pasal 16 Ayat (1) huruf d UU MK, Pasal 7 Ayat (2) huruf d UU MA, Pasal 58 huruf f UU Pemda, dan Pasal13 huruf g UU BPK tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga permohonan a quo tidak cukup beralasan dan karenanya harus dinyatakan ditolak.

Dengan demikian maka frasa tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih yang diatur dalam Undang-Undang sudah sesuai dan tidak bertentangan dengan konstitusi.

e. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009;

Dalam putusannya mengadili:
1) Menyatakan Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) serta Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional);
2) Menyatakan Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) serta Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat: (i) tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials); (ii) berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama 5 (lima) tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya; (iii) dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; (iv) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;
Dengan demikian frasa dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang artinya jika sudah selesai menjani pidana waktu untuk menjadi calon legislatif berlaku lima tahun dihitung sejak selesai menjalani pidana dan setelah itu memenuhi syarat, juga terhadap mantan napi yang sudah mengumumkan kepada publik bahwa calon legislative tersebut mantan narapidana serta bukan residifis, maka memenuhi syarat sebagai calon legislative.

f. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2015;

Dalam pertimbangannya Mahkamah juga perlu mempertimbangkan Putusan Nomor 14-17/PUU-V/2007 tentang peniadaan norma hukum yang memuat persyaratan a quo tidak dapat digeneralisasi untuk semua jabatan publik, melainkan hanya untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials), karena terkait dengan pemilihan umum (Pemilu) dalam hal mana secara universal dianut prinsip bahwa peniadaan hak pilih itu hanya karena pertimbangan ketidakcakapan misalnya karena faktor usia (masih di bawah usia yang dibolehkan oleh Undang-Undang Pemilu) dan keadaan sakit jiwa, serta ketidakmungkinan (impossibility) misalnya karena telah dicabut hak pilihnya oleh putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (vide Putusan Nomor 11-17/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004);
Bahwa untuk jabatan-jabatan publik yang dipilih (elected officials), Mahkamah dalam Pertimbangan Hukum Putusan Nomor 14-17/PUU-V/2007 menyatakan, “hal tersebut tidaklah sepenuhnya diserahkan kepada rakyat tanpa persyaratan sama sekali dan semata-mata atas dasar alasan bahwa rakyatlah yang akan memikul segala resiko pilihannya”. Oleh karena itu, agar rakyat dapat secara kritis menilai calon yang akan dipilihnya, perlu ada ketentuan bahwa bagi calon yang pernah menjadi terpidana karena tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih harus menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang jati dirinya yang demikian dan tidak menutup-nutupi atau menyembunyikan latar belakang dirinya. Selain itu, agar tidak mengurangi kepercayaan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Nomor 14-17/PUU-V/2007 juga perlu dipersyaratkan bahwa yang bersangkutan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang dan telah melalui proses adaptasi kembali ke masyarakat sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun setelah yang bersangkutan menjalani pidana penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dipilihnya jangka waktu 5 (lima) tahun untuk adaptasi bersesuaian dengan mekanisme lima tahunan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia, baik Pemilu Anggota Legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Selain itu juga bersesuaian dengan bunyi frasa “diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”; … dst”
… Mahkamah berpendapat bahwa norma hukum yang berbunyi “tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-VIII/2015, Putusan ini menyatakan bahwa norma yang dimohonkan pengujian dalam permohonan a quo dalam putusan sebelumnya telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Nomor 33/PUU-XIII/2015 mutatis mutandis berlaku terhadap permohonan a quo

Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sampai dengan huruf f, maka Rancangan Peraturan KPU yang mengatur tentang Larangan Mantan Narapidana Koruptor tidak boleh Jadi Calon Legislatif bententangan dengan konstitusi dengan pertimbangan:
a. berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 bahwa Peraturan KPU akan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Sedang Mantan Napi Korupsi tidak diperintahkan dari Undang-Undang Pemilu, dan juga bukan diatur melalui Peraturan KPU karena bukan merupakan kewenangan KPU.
b. diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka jika mendasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 240 bahwa tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan termasuk mantan terpidana tidak mendelegasikan untuk diatur melalui Peraturan KPU.
c. Delegasi atau yang diperintahkan pengaturan kepada KPU didasarkan dalam Pasal 75 ayat (4) bahwa dalam hal KPU membentuk peraturan KPU substansi atau materi muatnnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan pemilu.
d. Larangan Mantan Narapidana Koruptor tidak boleh Jadi Calon Legislatif merupakan materi muatan atau substansi yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000, merupakan materi muatan Undang-Undang bukan materi muatan peraturan Badan atau Peraturan Lembaga termasuk peraturan KPU.
e. Pencabutan Hak Asasi Manusia atau hak politik seseorang hanya dapat dilakukan melalui Undang-Undang atau melalui Putusan atau penetapan Pengadilan atau Putusan Hakim.
f. Putusan atau penetapan Pengadilan atau Putusan Hakim sebagaimana dimaksud dalam huruf f, sejalan dengan asas hukum Res Judicata Pro Veritate Habetur bahwa putusan hakim harus selalu dianggap benar, dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
g. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2017, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2015, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-VIII/2015 pada dasarnya:
1. ketentuan yang mempersyaratkan “tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih tidak bertentangan dengan UUD 1945 artinya sudah sesuai dan tidak bertentangan dengan konstitusi
2. frasa sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat dan yang dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang, artinya bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang jika sudah selesai menjani pidana dapat atau diperbolehkan menjadi calon legislatif tidak dibatasi dengan jenis kejahatan tertentu termasuk Korupsi, atau pidana khusus lainnya.
h. Narapidana (jenis apapun pidanya termasuk pembunuhan masal, korusi, dan pidana khusus lainnya) yang  selesai menjalani hukuman termasuk hukuman tambahan (denda, pengganti, subsider dan lain sebagainya) tidak dibenarkan hak politiknya hilang, kecuali atas putusan pengadilan atau ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang bukan peraturan Badan atau peraturan Lembaga.

IV. Rekomendasi
KPU kapasitasnya terbatas pada pembuatan peraturan teknis dan tidak bisa merambah pada norma hukum yang bukan menjadi kewenangannya. Disisi lain KPU juga tidak bisa mengelak dari kewajiban mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi. “Jadi KPU itu membuat peraturan teknis pelaksanaan pemilu bukan norma hukum yang subtansi materi Pemilu.
Solusi => Pengaturan larangan terhadap mantan narapidana korupsi atau setiap orang yang melakukan atau terkena perkara tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang atau dituangkan/diatur sebagai syarat mengikuti Calon Legislasi di masing-masing  Peraturan Partai Politik.

V. Kesimpulan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak punya kewenangan membuat Peraturan yang materi muatannya mengatur tentang tentang Hak Asasi Manusia termasuk Larangan Mantan Narapidana Koruptor tidak boleh Jadi Calon Legislatif.

Lampiran:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
2. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
4. KUH Perdata.
5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2017.
6. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009.
7. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2015.
8. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-VIII/2015.

Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan bertindak.
Asas lex Superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah ( Asas Hierarki ) diminta pendapat praktisi hukum Agung Widodo otomatis PKPU gugur secara hukum Yuridis dan Implementasi bisa dikatakan batal atau tidak berlaku,dan mempunyai akibat hukum bagi yang menetapkan PKPU. (AW22)

Previous post Hasil Rekapitulasi Manual KPU Tidak Mengubah Perolehan Suara Pasangan Cagub
Next post Blunder PPDB Minimnya Sosialisasi

Tinggalkan Balasan

Social profiles