Satu lagi, tempat proses pembuatan arang tempurung kelapa yang menimbulkan polusi udara berupa asap pekat, di areal persawahan di pinggir jalan raya Cengkalsewu, Kecamatan Sukolilo, Pati -Bareng, Kecamatan Jekulo, Kudus.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Jika pihak berwenang tidak mengetahui atau tidak melihat berlangsungnya kegiatan usaha yang menimbulkan polusi udara berupa asap pekat dari proses produksi pembuatan arang dari tempurung kelapa, bisa dipastikan bahwa hal itu sekadar alasan. Sebab, pusat produksi tersebut tiap hari berlangsung terbuka di areal persawahan, di pinggir jalan raya Cengkalsewu, Kecamatan Sukolilo, Pati -Bareng, Kecamatan Jekulo, Kudus.
Tepatnya, di Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo yang sebenarnya sudah berlangsung sekitar empat bulan lalu. Sedangkan letak lokasi kegiatan usaha tersebut hanya beberapa meter di sisi tepi kiri jalan raya dari Cengkalsewu ke Bareng yang tiap hari arus lalu lintasnya cukup ramai, sehing hal itiu ama saja dengan proses produksi sama, di pinggir ruas Jalur Lingkar Selatan (JLS) Pati.
Khusus yang disebut terakhir berdasarkan keterangan yang dihimpun menyebutkan, bahwa kegiatan usaha itu milik seorang warga di Desa Ngawen, Kecamatan Margorejo yang sudah masuk agenda pembahasan muspika setempat. Sedangkan yang di Kasiyan, adalah milik seorang pengusaha di Pati, tapi beberapa pekerja ditanya nama dan alamat pemilik usaha itu menyatakan tidak tahu.
Sementara itu dari pengamatan di lokasi, pembuatan arang dari tempurung kelapa itu berlangsung mulai pagi hingga sore hari. Sehingga tiap hari para pengguna jalan terutama yang berkendara motor, tak bisa lepas dari ”kejaran” asap pekat, karena asap tersebut bergerak mengikuti arah bertiupnya angin.
Padahal pada iklim puncak musim kemarau seperti sekarang, arah angin bertiup dari tenggara, dan juga dari selatan. Bahkan pada situasi hari bertambah sore, tiupan angin tersebut bertambah kencang hingga malam hari, sehingga tebaran asap itu sampai ke jalan raya tak bisa dihindari sehingga pengguna jalan yang berkendara motor yang terganggu itu sudah pasti.
Ketika hal tersebut ditanyakan kepada pekerja yang bersangkutan asal Desa Tanjang, Kecamatan Gabus mengatakan, prinsipnya dia bersama dua rekannya tiap hari bekerja. Untuk pembuatan arang tempurung kelapa yang harus dibakar tiap hari semuanya berlangsung di dua tempat tidak berjauhan, masing-masing dengan empat lubang.
Untuk produksi jika tersedia banyak bahan baku berupa tempurung kelapa, rata-rata bisa menvapai 6 ton, dan hasilnya dikirim ke Samarang masih dalam bentuk arang. Dengan demikian produk arang tersebut tidak berupa briket, tapi cukup dikemas dalam karung plastik, dan lokasi areal persawahan yang digunakan keperluan itu disewa dari pemiliknya.(sn)