Ketua KPU Pati Muh Nasich bersama salah satu anggota Ahmad Jukari, menunjukkan cara menghitung perolehan kursi parpol untuk anggota DPRD hasil Pemilu 2019 nanti.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Kendati Pemilu serentak baru berlangsung April tahun depan, tapi warga yang hendak mengetahui sistem pembagian kursi parpol untuk anggota legislatif tentu ada baiknya. Sebab, memilih wakil di lembaga tersebut ke depan seharusnya benar-benar yang berkualitas, sehingga tidak asal dan yang masih terjebak dalam pola dumdum uang.
Sedangkan bagi parpol peserta pemilu maupun caleg yang bersangkutan, cara menghitung perolehan kursi sudah benar-benar dipahami, karena mereka tentu akan mengatur strategi bagaimana caranya bisa menang dalam persaingan tersebut. Karena itu, Samin News (SN) minta lembaga yang berkompeten itu untuk bersama menghitungnya.
Menurut Ketua KPU setempat, Muh Nasich sistem penghitungan perolehan kursi parpol tidak lagi menggunakan bilangan pembagi pemilih (BPP) melainkan sistem sainte legue (bilangan pembagi tetap) pada setiap daerah pemilihan (dapil). Sebab alokasi kursi di setiap dapil di Pati sudah ditetapkan, yaitu Dapil I (10), II (11), III (10), IV (8), dan V (11) sehingga semuanya 50 kursi.
Untuk membaginya adalah berdasarkan perolehan suara sah (SS) setiap parpol dengan menggunakan bilangan pembagi angka gasal (ganjil) mulai dari angka 1,3,5,7,9,11 dan seterusnya. Jika di salah satu dapil, salah satu parpol memperoleh suara sah terbanyak maka ditempatkan pada utan pertama, disusul urutan terbanyak berikutnya.
Misalnya, suara sah terbanyak hanya dimiliki enam parpol sudah barang tentu partai yang bersangkutan bisa mengikuti pembagian perolehan kursi itu. ”Jika perolehan suara sah terbanyak untuk membagi kursi sesuai alokasi tiap dapil, maka suara sah tersebut dibagi 1 dan hasilnya melihat ranking, kemudian dari pembagian 1 tersebut dibagi 3, 5, 7, 9, 11 dan seterusnya,”ujarnya.
Akan tetapi, masih kata dia, jika perolehan suara sah terbanyak parpol baru dibagi dengan bilangan 5 sudah habis, maka perolehan kursinya tentu berhenti pada bilangan pembagi itu. Dengan demikian, berdasarkan ranking maka partai yang bersangkutan hanya akan memperoleh dua kursi pada bilangan pembagi 1 dan 3, sehingga perebutan kursi hanya bisa dilakukan sampai alokasi kursi di dapil tersebut habis terbagi.
Dengan kata lain, jika kursi di dapil itu sudah habis terbagi oleh bilangan pembagi tetap maka perolehan suara sah parpol tentu tidak bisa dibagi lagi. Karena itu, tidak semua partai bisa memperoleh pembagian kursi jika suara sahnya berdasarkan ranking memang tidak bisa dibagi dengan bilangan pembagi tetap tersebut.
Sedangkan pertanyaan yang timbul, bagaimana calon dari parpol yang memperoleh kursi di setiap dapil, oleh parpol yang bersangkutan tidak bisa dibagikan kepada calon berdasarkan nomor urut 1, 2 maupun 3. Pembagian kursi kepada calon harus dilakukan berdasarkan perolehan suara terbanyak calon, meskipun yang bersangkutan berada di urutan 8, 10 maupun 11.
Ketentuan tersebut menegaskan, kendati calon parpol yang memperoleh kursi berada di urutan pertama maupun kedua, selama perolehan suaranya tidak terbanyak, tentu tidak berhak atas kursi itu. ”Dengan ketentuan yang jelas dan tegas tersebut, hendaknya para calon seharusnya tidak saling menyoal masalah nomor urut di internal parpolnya.
Selama per byname calon yang bersangkutan perolehan suaranya terbanyak dan parpolnya memang bisa memperoleh kursi, maka kursi itu menjadi haknya. ”Untuk memahami aturan mekanisme pembagian kurisi parpol dan caleg yang berhak mendapat jatah kursi, seharusnya tidak sulit untuk dipahami,”kata Muh Nasich.(sn)