Ketua Umum Kelenteng se-Kabupaten Pati, Eddy Siswanto saat menjelaskan banyaknya sesaji dalam ritual Sembayang Arwah atau Sembayang Rebutan kepada undangan dan pengunjung, serta menyalakan dupa (yuswa) pada salah satu lima gunungan dari sandang dan pangan yang diperebutkan.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Pengunjung Kelenteng Hok Tik Bio yang berebut sandang dan pangan dalam ritual Sembayang Arwah atau Sembayang Rebutan, Rabu (29/8) kemarin, tak semeriah tahun lalu. Selain jumlah mereka berkurang, besar kemungkinan mereka enggan keluar rumah karena cuaca cukup panas.
Selebihnya, juga tidak banyak anak-anak yang ikut memperebutkan apa yang sudah disediakan dalam ritual budaya peninggalan anak bangsa suku Tionghoa ini. Sebab, rebutan berlangsung pada siang hari sekitar pukul 12.45, sehingga banyak di antara mereka yang masih berada di sekolah, tapi dari sisi pelaksanaan ritual tersebut berjalan tertib dan lancar.
Rangkaian acara sembayang tersebut dimulai dengan pengaturan kelengkapan sesaji oleh Tahangkie atau modin yang khusus didatangkan dari Kelenteng Welahan, Jepara. Hadir pula dalam kesempatan tersebut selain Bupati Haryanto, Kapolres AKBP Uri Nartanti Istiwidayati, Dandim 0718 Pati, Letkol Arm Arief Darmawan, dan juga Kepala Dinas Periwisata Pemuda dan Olahraga, Sigit Hartoko.
Selain itu, hadir pula Ketua Umum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP), Firman Soebagiyo yang juga anggota DPR RI, serta Indah Sri Wahyuningati dari Komisi D DPRD setempat. Tak ketinggalan beberapa tokoh lintas agama pun hadir, dan undangan lainnya.
Rangkaian ritual Sembayang Arwah tersebut, dimulai dengan tampilnya Ketua Umum Kelenteng se-Kabupaten Pati, Eddy Siswanto yang menjelaskan aneka sesaji yang tersedia di meja altar. Selain itu juga dilakukan sembayang dan pemanjatan doa untuk almarhum Gus Dur juga para pahlawan kusuma bangsa, dan sembayang bersama keluarga almarhum maupun almarhumah lainnya.
Selesai itu jeda sejanak, kemudian dilanjutkan dengan ritual utama Sembayang Arwah, dipimpin langsung oleh Thangkie. Puncak dari rangkaian ritual tersebut, barulah berlangsung rebutan sandang dan pangan yang divisualkan pada replika gunungan.
Untuk menyediakan kelengkapan sandang dan pangan tersebut, kata Eddy Siswanto, menghabiskan biaya lebih dari Rp 10 juta. Karena untuk sandang yang diperebutkan juga tersedia dalam bentuk celana mulai dari anak-anak sampai ukuran dewasa dengan jumlah cukup banyak, dan masih ditambah lagi kain sarung, baju, dan juga pakaian untuk perempuan.
Karena pengunjung yang melakukan berkurang, maka tiap orang yang memang diberikan rejeki pun mendapatkannya dalam jumlah cukup banyak. ”Akan tetapi kami lihat yang mengikuti rebutan semua kebagian, meskipun antara yang satu dan lainnya tidak sama, karena pembagian rejeki tiap orang antara satu dan lainnya memang diatur berbeda oleh Yang Kuasa,”katanya.(sn)