Adegan seni pertunjukan Ketoprak Laras Budoyo harus Berlangsung di tengah-tengah terpaan angin kencang puncak musim kemarau.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Hajat sedekah bumi (bersih desa) di Pati di bulan ini cukup marak, sehingga seni pertunjukan ketoprak menjadi hiburan utama banyak masyarakat di perkotaan maupun desa-desa. Akan tetapi bagi grup ketoprak yang harus menggelar hiburan masyarakat tersebut di puncak musim kemarau ini, risikonya harus menghadapi terpaan angin kencang, baik pada siang maupun malam hari.
Hal tersebut juga dialami salah datu grup ketoprak asal Kota Pati, Laras Budoyo yang Minggu kemarin hingga tadi malam harus menghibur warga Dukuh Ronggo, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Pati. Bahkan hampir sepanjang waktu pertunjukan berlangsung mulai sore berlanjut hingga malam hari terpaaan angin kencang tak pernah berhenti.
Beberapa panitia penyelenggara hajatan itu membenarkan, karena bertiupnya angin kencang di desanya sudah berlangsung sekitar tiga atau empat hari terakhir, dan baru berhenti pada tengah malam atau dini hari. Akan tetapi anehnya, pada saat berlangsung hajatan ini angin sudah bertiup sejak sore hingga malam hari.
Akibatnya, awak grup ketoprak ini sempat dibikin repot karena harus membuka atap atau penutup bagian atas dari terpal untuk menghindari terjadinya pusaran angin di tengah-tengah panggung. ”Tidak hanya itu, bagian layar belakang/kelir bergambar laut pun sejak sore harus digulung, agar tiuapan angin kencang tidak berbalik perpusar di atas panggung,”ujar salah seorang di antara mereka, Sujadi.
Terpisah komedian Konyik yang ikut mendukung seni pertunjukan Ketoprak Laras Budoyo, akhirnya pun ambil inisiatif. Yakni, sutradara harus mengatur jalannya pertunjukan mengingat waktu untuk pertunjukan malam hari sudah tiba waktunya, sehingga akhirnya pun ditempuh kesepakatan pertunjukan tidak lagi mengunakan tata panggung kesenian tersebut.
Sedangkan pilihan jatuh untuk mengatur pertunjukan itu dalam bentuk dan kapasitas teater arena sehingga perubahan adegan satu ke adegan berikutnya harus menggunakan sistem lighting. Sebab, fasilitas untuk tata lampu grup ketoprak ini lumayan maksimal, tapi kelemahan tetap terjadi pada tata panggung.
Sebab, katanya lagi, untuk mengambil posisi netral dengan memasang layar hitam saja tidak bisa dilakukan. Masalahnya, ketika layar tersebut harus diikat terpaan angin kencang tidak bisa dihindari, dan jika tidak diikat bagian bawahnya layar tersebut akan berkibar ke belakang, maka dengan tata panggung dalam keterpaksaan tetap mengandalkan tata lampu.
Bukti kencangnya tiupan angin, ketika selesai pentas dan harus pulang ke Pati sebuah pasar desa deretan losnya roboh berantakan, tapi panggung ketoprak tetap aman dan pdertunjukan tetap berlangsung sesuai alur cerita, yaitu Temuruning Wahyu Campaka Mulya. ”Bagi penonton pertunjukan ketoprak tersebut bagi penonton mungkin masih asing, tapi mereka bisa memahami alam memaksa grup ketoprak itu harus menggunakan panggung dengan model teater arena,”imbuh Konyik.(sn)