Kepala Bulog Divre Jawa Tengah, Mentoba Sukit Tedjo Moeljono menggunting pita tada dibukanya Toko Pangan Pati Ayu Bulog Sub-Divre Pati, di Jl Kolonel Sunandar (utara) Pasar Puri. Ka Bulog Divre Jawa Tengah juga menyempatkan diri mengecek satu per satu kualitas pangan yang dijual di toko tersebut.(Foto:Sn/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Akhir bulan ini (September) adalah akhir peran Bulog sebagai penjaga, pengaman ketersediaan dan penstabil harga kebutuhan pangan dalam melayani bantuan sosial (Bansos) beras sejahtera (Rastera) untuk kelompok penerima manfaat (KPM). Selama ini mereka sebagai rumah tangga sasaran (RTS), untuk penerima penyaluran bantuan pangan tersebut.
Sebab, mulai bulan depan (Oktober) penyaluran bantuan itu sudah berubah menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT) , sehingga tidak ada lagi ada pengambilan beras untuk per/RTS 10 kilogram ke gudang-gudang Bulog. Sehingga stok beras hasil serapan pengadaan, untuk penyalurannya tentu dalam bentuk dan kebijakan lain.
Kendati demikian, kata Kepala Bulog Divre Jawa Tengah, Mentoba Sukit Tedjo Moeljono ketika ditanya Samin News (SN) usai membuka Toko Pangan Pati Ayu Bulog Sub-Divre Pati sore tadi, pihaknya siap mebjadi penopang penyediaan kebutuhan BPNT tersebut. Akan tetapi, hal itu harus ditetapkan secara resmi, dan tentu tidak boleh terjadi monopoli.
Dengan demikian, sejak ditetapkannya penyaluran BPNT itu status Bulog tentu sebagai pihak yang sudah berada di luar garis. ”Maksudnya, kami tidak lagi menangani bansos itu karena sudah beralih dan dengan sistem yang lain pula yang sudah barang tentu di luar tanggung jawab kami pula,”ujarnya.
Akan tetapi, katanya lagi, sebagai penyangga, penyedia dan penstabil harga kebutuhan pangan sesuai tugas yang selama ini melekat di Bulog, tentu siap memenuhi permintaan kebutuhan jika memang dibutuhkan. Bahkan, toko pangan yang merupakan salah satu usaha terobosan Bulog Sub-Divre Pati, bisa dimanfaatkan pula sebagai agen kebutuhan para KPM.
Untuk memberikan layanan kepada para KPM, hal itu harus dilakukan di agen-agen penyedia kebutuhan dengan menggunakan kartu gesek. Sedangkan nilai BPNT tersebut per KPM, adalah dengan nilai nominal Rp 110.000 per bulan yang seharusnya tidak diambil seluruhnya, karena pada waktu-waktu tertentu kemungkinan para KPM tersebut sudah bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Tidak diambilnya seluruh BPNT, maka para KPM yang bersangkutan bisa mengalihkannya dalam bentuk tabungan. Hal itu hanya gagasan idealnya, tapi karena pihaknya tidak mempunyai wewenang masalahnya dikembalikan kepada yang nanti berkompeten mengelola penyaluran BPNT tersebut, dan hal itu harus segera dilaksanakan mulai Oktober mendatang.
Harapannya tentu pada tingkat pelaksanaan nanti, penyaluran BPNT tersebut bisa berjalan lancar sebagaimana ketika masih berupa Bansos Rastera yang diterimakan langsung kepada KPM di tiap-tiap desa. ”Dengan lancarnya penyaluran, maka hal-hal yang bisa menimbulkan permasalahan kecil sekali kemungkinannya terjadi.”(sn)