Ibu dan anak, Mbah Semi (88) dan Mbok Kasminah (55) cermin kepasrahan dalam penantian tibanya akhir kehidupan yang disadari keduanya sebagai misteri yang tak ubahnya dengan kehidupan yang mereka jalani selama ini.(Foto:SN/dok-aed)
SAMIN-NEWS.COM SEBUAH jam dinding yang terdapat tapi bukan menempel di dinding layaknya sebuah rumah tinggal, melainkan hanya dinding petak ruang di emperan berupa terpal, itulah penghitung waktu yang tak pernah berhenti berjalan karena terus berputar. Bagi penghuni ruang sempit 2,5X3 meter, Mbah Semi (88) dan putrinya Mbok Kasminah, adalah bagian dari perjalanan dan berputarnya waktu tersebut.
Akan tetapi, warga RT 5/RW I Desa Puncel, Kecamatan Dukuhseti, Pati, ini sadar bahwa peeputaran waktu dan perjalanan kehidupannya suatu saat pasti berakhir. Sehingga dalam penantian tersebut, memang sengaja tidak ingin membuat repot siapa pun, utamanya warga yang sehari-hari sama-sama tinggal di lingkungan wilayah RT dan RW itu.
Masih adanya kepedulian seseorang, Darmiati yang tak lain adalah pemilik rumah yang bagian emperannya disekat dengan dinding terpal, bagi ibu dan anak itu sudah merupakan berkah. Sebab, mereka bisa berteduh dan berlindung dari dinginnya udara malam maupun teriknya sinar matahari dan terpaan derasnya hujan.
Demikian pula, untuk bisa sekadar memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, tentu lebih tergantung pada rasa belas kasihan, meskipun itu tidak dikehendaki mengingat keduanya sudah usur. Sehingga dalam kondisi lanjut usia (lansia), tentu tak bisa bekerja lagi secara serabutan medkipun keinginan untuk itu tetap ada, terutama pada diri Mbok Kasaminah.
Kisah keterpurukan yang amat panjang keduanya dalam menjalani kehidupan pun dituturkan keduanya dengan ungkapan yang terbata. Hal itu dimulai dari perjalanannya untuk mencari penghidupan yang lebih baik, di mana angka tahun yang masih diingat jelas waktu itu adalah 1963, di mana kehidupan yang serba susah dan masa paceklik, serta situasi keamanan yang menegangkan ibu dan anak tersebut.
Waktu itu ibu dan anak tersebut dengan berjalan kaki meninggalkan wilayah Ngawen, Blora. Setelah menempuh perjalanan sekitar tujuh hari, maka sampailah mereka di Desa Puncel, Kecamatan Dukuhseti, Pati, dan akhirnya mereka pun menetap di desa itu dengan niat untuk mencari pekerjaan yang berikutnya diterima bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Sukorejo.
Dalam perjalanannya sebagai pembantu rumah tangga, kata Kasminah ternyata harus berakhir tidak menentu setelah majikannya itu meninggal sekitar sepuluh tahun lalu. Sehingga mereka tetap melanjutkan bekerja sebagai pembantu, tapi harus hijrah ke Jakarta dan bekerja di salah satu keluarga almarhum Sukorejo.
Karena hanya dipekerjakan selama lima tahun, maka akhirnya harus kembali pulang ke Puncel. Akan tetapi selama bekerja di rumah majikannya yang di Jakarta, sampai sekarang belum pernah menerima upah apa yang menjadi haknya, kecuali hanya apa yang diminta bila sedang ada keperluan karena sepulang dari Jakarta mereka pun harus kembali ke rumah almarhum majikannya.
Mekipun kondisi rumah itu kosong, tapi mereka akhirnya tidak boleh menempati rumah tersebut oleh keluarga almarhum. Karena itu, ibu dan anak itu mengharap agar ada keluarga almarhum majikannya yang menaruh kepeduian dengan memberi imbalan selama mereka bekerja, agar bisa membuat rumah kecil yang bisa digunakan sekadar untuk bernaung.
Dengan mempunyai rumah sekadarnya, hal itu semata-mata agar tidak merepotkan orang lain. ”Karena harapan itu tidak pernah bisa terwujud, maka kami hanya bisa ndompleng di emper rumah milik Ibu Darmiati,”tutur Kasminah.
Melihat mereka tidak mempunyai tempat, kata pemilik rumah yang bersangkutan menyuruh mereka untuk tinggal di sini. ”Sebenarnya sudah saya minta untuk tinggal di dalam rumah, tapi memilih di emperan karena tidak ingin merepotkan,”katanya.
Hal itu dibenarkan Kepala Desa (Kades) Puncel, Sutiyono ketika ditanya awak media berkait hal tersebut. Dia pun tidak mengelak jika kedua warganya itu untuk bisa memenuhi kebutuhan makan sehari-hari lebih banyak bergantung pada belas kasihan tetangga sekitar, dan kondisi Mbah Semi saat ini juga semakin memprihatinkan karena sekitar dua bulan lalu jatun, dan sampai sekarang tak bisa berjalan.
Alasannya jika diajak berobat juga karena tidak ingin meropotakan orang lain, maka dia pun mengharap agar pihak yang peduli utamanya dari keluarga majikan untuk memberikan hak atas jerih payah mereka. ”Kendati kami tidak mengetahui bagaimana permasalahannya, tapi mengingat mereka sudah lanjut usia, tentu benar-benar kasihan,”katanya.(Ki Samin)