Misalnya Sampai Bupati Haryanto Mengeluarkan Seruan Boikot Bagi Pekerja Kebersihan

Bupati Haryanto dalam kesempatan pelaksanaan Gerakan Bersih Sampah se-Dunia yang dipusatkan di Pasar Puri saat menjawab pertanyaan wartawan. Gerakan Sebelas Maret (Semar) oleh Forum Wartawan Pati bersama sejumlah komponen masyarakat saat melakukan jumput sampah di sepanjang jalan raya Pati-Tayu.(Foto:SN/aed-dok)

SAMIN-NEWS.COM  SESEKALI waktu dalam kehidupan ini orang tidak dilarang berandai-andai, sepanjang tidak mengandaikan sesuatu yang konyol dan merugikan siapa pun. Demikian pula, berandai-andai juga tidak berisiko harus berurusan dengan hukum, maka siapa saja marilah sejenak berandai-andai.
Sedangkan yang kita andaikan ini, adalah bagaimana kalau Bupati Haryanto tiba-tiba menyerukan suluruh jajaran petugas kebersihan di bawah kewenangan Bidang kebersihan dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Pati. Yakni, mereka dipersilakan melakukan boikot untuk tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya, membersihkan sampah selama tiga hari.
Hal itu dilakukan sebagai jawaban atas kebodohan masyarakat yang sampai saat ini masih tak pernah berhenti membuang produk sampah dari rumah tangganya ke sembarang tempat, terutama di sepanjang pinggir jalan, di alur-alur kali maupun saluran, dan di lokasi fasilitas umum lainnya. Ini masih dalam konteks seandainya, sampah-sampah produk rumah tangga mereka itu ditaruh di atas meja makan, tempat tidur, serta sisi bagian rumah lainnya.
Dengan demikian, atas kebodohan mereka itu akan membuatnya pusing dan akhirnya pasti menghujat habis-habisan, bahwa pemerintah ini tidak becus menangani permasalahan sampah. Padahal, yang tidak becus itu sebenarnya kebodohan mereka karena sama sekali tidak menangani dan mengelola sampahnya sendiri.
Seharusnya dengan kebodohan mereka itu masih lebih baik jika disertai sedikit kejujuran, bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati ini sudah mengalokasikan anggaran dari tahun ke tahun untuk, mulai dari pengerahan personel petugas kebersihan, sarana dan prasarana kendaraan pengangkut sampai tempat pembuangan akhir (TPA).
Tidak hanya itu, untuk mendekatkan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) juga disediakan di mana-mana, paguyuban pengelola sampah sampai bank sampah juga dibentuk. Akan tetapi, karena masih banyaknya masyarakat yang bodoh karena tidak bisa mengatasi sendiri permasalahan sampahnya, maka pilihan paling bodoh sekali pun dilakukan.
Pilihan paling bodoh itu apalagi jika tidak membuang sampah sembarangan dan seenak perutnya, hanya bermodalkan kepicikan , yaitu karena merasa paling berani. Sedangkan keberanian seperti yang mereka tunjukan selama ini, hanyalah berlandaskan mental kere sehingga sampai kapan pun permasalahan sampah di Pati ini tidak pernah akan bisa tuntas.
Sedangkan salah satu penjaga gawang yang seharusnya bisa mengajarkan masyarakat bodoh itu mebjadi pintar dalam menangani permasalahan sampahnya, tak lain adalah penerapan regulasi. Yakni, pemberlakuan perda sampah melalui pelaksanaan operasi yustisi, tapi yang berkompeten sebagai pemangku kepentingan ini, justru tak lebih hanya sekadar macan ompong.
Menyikapi kondisi masyarakat dengan kebodohannya seerti ini, maka sesekali waktu upaya kontraprduktif harus dipilih untuk dilaksanakan. Apalagi jika tidak (seandainya) Bupati menyerukan boikot bekerja bagi seluruh personel petugas kebersihan, untuk tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, tidak perlu berlama-lama melainkan cukup tiga hari saja.
Untuk mencari solusinya, serahkan mekanisme penuntasannya kepada lingkungan yang selama ini menjadi sasaran tempat pembuangan sampah secara sembarangan. Ini tentu bukan pendapat provokatif, karena masyarakat bodoh yang tidak menyelesaikan urusan sampahnya diajari oleh masyarakat pintar yang selama ini bisa mengatasi permasalahan yang sama.
Apalagi jika (seandainya), hal itu sesekali waktu dicoba.(Ki Samin)
Previous post Jangan Harap Temukan Kejujuran di Pasar
Next post Kendati Prihatin, Bupati Tidak Akan Serukan Boikot Pekerja Kebersihan

Tinggalkan Balasan

Social profiles