Catatan Redaksi: Ratna Sarumpaet dengan Drama Sebuah Gagang Pisau

Singa Betina di Hari Tua, Ratna Sarumpaet.(Foto:SN/dok-aed)


SAMIN-NEWS.COM –”Jika suatu saat ada kekuatan yang dapat memaksaku berhenti menyuarakan kebenaran kuharap itulah hari kematianku.”  Saat ini memang tiba saatnya sebuah ”kematian”  tengah menjemput hari tua Singa Betina, Ratna Sarumpaet binti Saladin Sarumpaet (anggota kabinet) Menteri Pertanian dan Perburuhan pada Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) Tahun  1958
Sangkakala terompet kematian tersebut kini tengah bergaung menyampaikan kabar kematian itu  bukan karena singa betina tua ini tak lagi bisa mengaum menyuarakan kebenaran, melainkan yang bersangkutan termakan sendiri oleh tumbal kebohongan mahanista terhadap bumi dan negeri republik tempat berpijaknya sejak lahir hingga saat ajal datang. Benar-benar sebuah ironi yang tak layak untuk ditangisi oleh siapa pun di negeri ini.
Sebab, lubang kubur telah digali  sendiri oleh nenek  singa betina tua ini saat memainkan sebuah drama tidak cukup hanya satu babak, melainkan sampai berbabak-babak. Sebuah drama tentang Gagang Pisau  yang sarat kebohongan dari babak ke babak karena nenek itu memang seorang bintang dan pemain andal seni peran (teater) di era 1966.
Dengan demikian, nenek ini keaktrisannya dalam seni panggung bisa disejajarkan dengan Rendra, Arifin C Noor, dan Teguh Karya. Sehingga bila berakting dalam kehidupan sehari-hari pasti lebih sempurna, karena pada dasarnya seni peran itu tak bisa lepas dari mengkemas kebohongan, maka kehohongan itulah yang akhirnya menjadi lonceng kematiannya.
Kematian dimaksud adalah kematian sosoknya sebagai seorang aktivis penyuara kebenaran, tapi ketika kebohongan sadar atau tidak telah dipilihnya dalam berperan untuk drama Sebuah Gagang Pisau. Akan tetapi nenek ini telah diberikan peran sebagai mata pisau tajamnya yang selama ini merobek-robek jati diri suatu bangsa, karena pemberian porsi peran oleh gagangnya.
Tentang siapa yang menjadi gagang pisau dalam drama ini, kita pun tak bisa lepas dari kesejarahan politik yang diwariskan oleh ayah dari nenek ini. Yakni, Saladin Sarumpaet anggota kabinet PRRI yang pada masa itu harus diberangus oleh TNI, karena sebuah bentuk pemerintahan di daerah ternyata sengaja melawan pemerintah pusat yang sah.
Karena itu, masyarakat janganlah percaya jika seorang Prabowo Subianto baru mengenal Ratna Sarumpaet dalam kancah perpolitikan ketika Partai Gerindra mengusung Ahok sebagai calon Wakil Gubernur DKI berpasangan dengan Jokowi (2012). Sebab, antara nenek ini dan Prabowo sudah saling mengenal sejak kecil, karena ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikoesoemo juga sama-sama anggota kabinet dalam PRRI sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran (Rob Allyn, the American Public Relation)
Jika dalam pemilihan presiden (Pilpres) Tahun 2014 dan 2019 nenek ini sebagai tim pemenangan pasangan Prabowo, maka kita bisa menarik kesimpulan akan seberapa banyak kebohongan demi kebohongan yang sudah dipersiapakn sebagai skenarionya. Jika kebohongan yang dipersiapkan saat ini adalah sebuah drama Gagang Pisau, maka pemeran utama dalam drama ini sudah bisa ditebak.
Maksud awal memainkan drama ini, bisa dipastikan adalah untuk menciptakan sebuah konflik terbatas tapi bisa memunculkan multiefek. Mungkin mereka merasa cukup dengan memainkan pemeran mata pisau, yaitu nenek singa betina dengan kebohongan yang nyaris benar-benar sempurna, maka efek yang ditimbulkan tentu kebencian demi kebencian terhadap lawannya.
Di sisi lain pemeran gagang pisau juga menyadari, risiko atas kebohongan itu yang sepakat dikemas bersama para wartawan untuk berkongkalikong menebar berita hoak, adalah ancaman hukuman yang hanya enam tahun penjara. Akan tetapi, hal itu bisa ditangkal melalui penggunaan kekuatan massa untuk menekan aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian.
Bagi aktor pemeran Gagang Pisau yang penting bisa menghancurkan kubu lawan, dan memposisikan diri sebagai pihak yang teraniaya. Karena itu, disusunlah alur cerita bohong untuk pemeran mata pisau, bahwa telah dianiaya oleh tiga orang laki-laki tak dikenal, kemudian disetting dalam pemberitaan cukup dramatis oleh para pemeran Gagang Pisau tersebut.
Akan tetapi, di luar kekuatan alur cerita Mata Pisau dan Gagang Pisau, ternyata dalam panggung drama terjadi adegan improvisasi yang tidak terduga. Sebab, tiba-tiba pemeran mata pisau mengakui telah melakukan kebohongan bahwa sebenarnya tidak ada penganiayaan,  maka para pemeran Gagang Pisau pun terbengong-bengong dan termehek-mehek.
Kendati demikian, sekali layar panggung untuk drama itu terkembang sudah pasti pantang surut bagi para pemerannya untuk ditutup, meskipun drama tersebut pada akhirnya tidak akan mencapai happy end. Karena itu, para penonton seluruh warga di republik ini untuk tetap waspada dan harga dirinya jangan mau diobok-obok lanjutan drama sebuah Gagang Pisau ini.
Apalagi, lanjutan ceritanya sekarang singa betina tua sudah diperiksa pihak kepolisian, dan para pemeran utama juga sudah dilaporkan penonton yang merasa muak terhadap permainan drama tersebut. Dengan demikian, cerita yang akan bergulir berikutnya, para penonton ini pasti menunggu cerita selanjutnya.
Jika ceritanya adalah memasuki proses hukum, maka secara logika cerita akan dibelokkan ke babak aksi pengerahan massa. Sehingga multiefek yang muncul ganti ditarik ke permasalahan sosial, hal itu akan menjadikan kehidupan riil sehari-hari menjadi terusik, dan bahkan bila perlu targetnya harus sampai berdarah-darah.
Tujuannya pemilu menimbulkan dampak situasi kehidupan riil sehari-hari tidak kondusif, sehingga muncul pula tuntutan pemilu ditunda. Bahkan lebih ekstrem, pemilu dibatalkan dan yang terakhir ini, jelas tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi, karena munculnya permasalahan sosial untuk penanganannya sudah diatur dalam Peraturan Pemerntah (PP) No 2 Tahun 2012 tentang Penanganan Komflik Sosial.(Ki Samin)
Previous post Kodim 0718 Pati Besok Malam Gelar Wayangan di Gedoeng Joeang
Next post Indahnya Kebersamaan Para Anak Bangsa Penanggung Jawab Keamanan Negara

Tinggalkan Balasan

Social profiles