Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan KB (DP3AKB) Jawa Tengah, Kementrian PPA, Dewi Ari Indrayati menyampaikan sambutan pada pembukaan Advokasi Pembentukan Bina Keluarga TKI, di aula Adipati I Hotel Safin yang diselenggarakan Dinas Sosial Kabupaten Pati, tadi pagi.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Senetron ”Dunia Terbalik” menjadi padanan ungkapan sambutan Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan KB (DP3AKB) Jawa Tengah, Kementrian PPA, Dewi Ari Indrayati. Hal itu berlangsung di ruang Adipati I Hotel Safin pada pembukaan Advokasi Pembentukan Bina Kelyarga TKI, tadi pagi.
Senetron tersebut, katanya, sebagai gambaran kondisi TKI perempuan yang bekerja di luar negeri yang sering menjadi korban karena ketidaktahuannya saat hendak mengurus kelengkapan persyaratan, sampai pemeberangkatan dan penempatannya. Jika sudah bekerja juga ada yang menjadi korban kekerasan pihak majikan, termasuk kekerasan seksual.
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, hasil bekerja yang harus terpaksa meninggalkan keluarga kadang-kadang yang dikirim ke keluarga, utamanya kepada suami juga habis begitu saja. Di sisi lain, ketika kembali ke tanah air mendapati suami sudah menikah lagi dengan perempuan lain, atau perempuan TKI yang bersangkutan saat pulang harus membawa anak ada yang germata sipit, dan ada pula yang berhidung mancung jika yang bekerja di Arab Saudi.
Hanya dalam sinetron tersebut sepengetahuannya, tidak ada suami TKI perempuan yang menikah lagi, tapi TKI perempuan yang pulang membawa anak saat bekerja di lar negeri jika bersekolah justru menjadi korban ejekan teman-temanya. ”Dengan demikian, anak yang tidak tahu apa-apa itu pun mejadi korban di lingkungannya,”ujarnya.
Kondisi tersebut, katanya lagi, masih diperburuk jika TKI yang berangkat bekerja meninggalkan utang di kampung halaman, tapi saat berangkat oleh ara calo justru tidak sesuai tjuan yang dijanjikan. Sebab, ada di anatara mereka seperti kasus lima TKI perempuan dari Wonosobo yang justru di berangkatkan ke Nusa Tenggara Timur, ditempatkan di sebuah kapal yang bertugas sebagai pelayan seks.
Hal-hal dan konsisi seperti itulah yang harus icegah dengan upaya pendapingan oleh pendamping yang benar-benar dicetak dengan baik, termasuk pendampingan anak-anak mereka yang ditinggalkan sehingga pengasuhnya agar tidak salah alamat. ”Kebanyakan dari mereka biasanya menyerahkan untuk mengasuhnya kepada nenek, hal itu akan berdampak buruk pada perkembangan anak-anak TKI itu sendiri.”
Semua upaya yang dilakukan seperti Advokasi Pembentukan Bina Keluarga TKI, tambahanya, adalah semata-mata untuk meningkatkan kesejahtareaan yang bersangkutan. Sehingga pemerintah harus menaruh perhatian yerhadap permasalahan tersebut, karena uaya yang tengah dilakukan ini tujuannya memang membantu penerintah.
Dalam kesemoatan tersebut, Asisten II Sekda Pati, dr Edy Sulistiyono dalam sambutannya mewakili Bupati Haryanto yang sekaligus membuka acara tersebut, antara lain mengatakan, bahwa Pati yang daerahnya sebagai pusat pengiriman TKI ke luar neger adalah Kecamatan Gabus dan Winong. ”Hanya yang sering menimbulkan ermasalah, hasil yang dicapai tidak seoadan dengan risiko yang harus ditanggung, shingga kadang-kadang hasil tersebut hanya habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.”
Untuk mengurai permasalahan tersebut, dalam kesempatan itu dibuka pula panel diskusi yang menghadirkan narasumber Kepala Dinas Sosial Kabuoaten Pati, dr Subawi MM. Sedangkan satu narasumber lainnya deari Kementrian PPA, Franky S.(sn)