Diskusi anggota Forum Wartawan Pati (FWP) yang diselenggarakan Bagian Humas Setda Pati di aula Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Pati, menjelang penyelenggaraan Pikades serentak pertengahan Desember mendatang. Dihadirkan narasumber dalam diskusi tersebut adalah Kabag Tata Pemerintahan Setda setempat, Teguh Widyatmoko.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI-Ini perbedaan pemilihan kepala desa (pilkades) dulu dan sekarang yang akan diselenggarakan serentak di Kabupten Pati, 15 Desember mendatang di 61 desa yang tersebar di 20 kecamatan. Satu kecamatan lainnya, yaitu Batangan, tidak ada pelaksanaan pilkades, dan hal tersebut menjadi topik Fokus Grup Diskusi (FGD) Forum Wartawan Pati (FWP).
Diskusi yang dipandu kelompok satu untuk materi politik, pemerintahan dan pelayanan publik tersebut tadi pagi berlangsung fdi aula Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Dukoharjo, Kecamatan Margorejo, Pati. Sebagai penyelenggara Bagian Humas Setda Pati dengan menghadirkan narasumber Kabag Tata Pemerintahan Setda setempat, Teguh Widyatmoko.
Untuk perbedaannya, kata Kabag Tata Pemerintahan yang bersangkutan, untuk pilkades di Pati nanti bisa diikuti bakal calon dari mana saja, selama orang tersebut adalah warga negara Indonesia (WNI). Degan kata lain, pilkades tidak hanya bisa diikuti oleh penduduk yang bertempat tinggal di desa setempat.
Berkait hal tesebut, katanya lebih lanjut, tetap kecil sekali kemungkinannya karena bakal calon kades dari pendduk di luar desa, bisa dipastikan tidak mendapat dukungan warga desa yang bersangkutan. Karena hal itu menyangkut ketentuan yang mengacu pada putusan atas gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), maka hal itu harus dilaksanakan.
Akan tetapi, jumlah calon juga dibatasi minimal hanya dua orang dan maksimal lima, sehingga bila hanya ada satu calon pilkades terpaksa dibatalkan. ”Dengan demikian, tidak ada calon tunggal yang harus melawan kota kosong,”ujarnya.
Demikian pula, masih kata dia, jika yang mendaftar lebih dari lima orang maka panitia hars melaksanakan ujian tertulis, untuk memilih dan menentukan lima calon tersebut. Sedagkan yang menyangkut tanda gambar seperti padi, jagung, ketela, dan yang lainnya tidak lagi dipergunakan dalam pilkades serentak ini.
Untuk tanda gambar semua berupa foto calon masing-masing, dan bahkan untuk pakaian calon antara satu dan lainnya pun dibedakan, baik model maupun warnanya. Apalagi, calon juga tidak diharuskan berada di tempat pemungutan suara (TPS), karena setelah rapat pemungutan suara dibuka oleh panitia, maka para calon bisa meninggalkan tempat tersebut.
Sebagai pengawas dalam pelaksanaan pilkades tersebut, sepenuhnya diserahkan kepada panitia pengawas kecamatan (Panwascam). Selain itu, dalam pilkades nanti calon tidak boleh melakukan penggalangan masa dengan cara menyelenggarakan pertemuan-pertemuan sebelum tiba jadwal waktu untuk berkampanye.
Dalam kesempatan tersebut disinggung pula banyak hal, termasuk bila ada personel dari TNI, Polri maupun ASN yang hendak kit mendaftar sebagai calon kadesarus berhenti atau cukup mendapat izin dari atasannya. Tak ketinggalan pua, kebiasaan terjadinya pemberian uang kepada pemilih karena bila tidak ada uang tidak pemilih atau di Pati dikenal ”ola huwik ola obos.”
Khusus yang disebut terakhir, biadsanya panitia memberlakukan kesepakatan semacam jam malam, sehingga panitia melakukan penjagaan cukup ketat mulai pukul 16.00 sampai subuh yang diistilahkan dengan serangan fajar. Sehingga Kabag Humas, H Rasiman yang hadir dalam diskusi tersebut menambahkan, di antaranya bahwa jam malam itu tidak ada, dan yang ada itu adalah jam tenang.(sn)