Dalam Sejarah Konggres Kebudayaan Selalu Berakhir dengan Rekomendasi

Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid yang hadir dalam Pra Kongres Nasional Kebudayaan Jawa Tengah, di Wisma Perdamaian Semarang, Kamis (22/11) kemarin.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  SEMARANG-Dalam sejarah konggres nasional kebudayaan yang tercatat sudah kali ke-9, proses pelaksanaannya tak pernah berubah. Yakni, selalu diawali dengan penyampaian makalah para pakar, dan pasti diakhiri dengan penyampaian rekomendasi untuk pemerinhtah tentang tindak lanjutnya.
Akan tetapi rekomendasi yang cukup banyak itu kadang-kadang tidak nyambung, untuk dijadikan suatu kebijakan. Sehingga konggres kebudayaan tersebut tak ubahnya hanya membuang-buang waktu, karena selalu mengulang-ulang yang sudah diadakan sejak 1982, dan baru lahir UU No 5 Tahun 2017 tetang Pemajuan Kebudayaan.
Hal tersebut disampaikan Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid saat tampil dalam Pra Konggres Nasional Kebudayaan, di Wisma Perdamaian Semarang, Kamis (22/11) kemarin. Dalam kesempatan tersebut yang bersangkutan menyampaikan hal berkait dengan ”Arah Strategi Politik Kebudayaan Nasional dan Rencana Konggres Kwbudayaan Tahun 2018.
Sementara itu dalam Pra Konggres tersebut Jawa Tengah mempersiapkan materi ”Membangun Rumah Kebudayaan Jawa Tengah yang akan diusung dalam Konggres Kebudayaan 2018 di Jakarta, awal Desember mendatang. Hal tersebut sebagai upaya unjtuk menarik benang merah tentang apa yang pernah dilakukan para pendahulu.
Tujuannya, masih kata Hilmar Farid, tentu untuk merangkai dan menetapkan strategi kebudayaan sebagaimana diamanatkan UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dengan demikian, perlu segera disusun ”Grand Desain” Kebudayaan, karena jika mengejar kemajuan teknologi sebagaimana dilakukan negara-negara maju, waktunya tentu terlalu lama.
Dengan demikian, jika Indonesia mau berjalan di depan agar sejajar dengan negara maju lainnya maka harus bensandar pada apa yang dimiliki. ”Yakni, seni dan budaya, tapi kita cenderung masih berjalan sendiri-sendiri, belum saling bersama-sama,”ujarnya.
Ini kelompok 7 peserta Pra Konggres Kebudayaan yang membahas dan mendiskusikan ”Membangun Rumah Kebudayaan Jawa Tengah”, diketuai Hadi Priyanto dari Jepara.(Foto:SN/aed)

Apalagi, katanya lebih lanjut, UUD 1945 Pasal 32 ayat (1) dengan tegas menyebutkan, bahwa negara memajukan kebudayaan. Itu maknanya, bahwa kita ini sebagai bangsa yang pernah dijajah tentu menghendaki agar bisa lepas dari penjajahan yang juga ada dan terjadi di kebudayaan, sehingga sudah semestinya kita ini harus membebaskan diri dari belenggu tersebut.
Tujuannya untuk apa lagi jika tidak untuk maju sejajar dengan bangsa lain, meskipun untuk melihat kembali tentang apa yang kita punya, hal tersebut memang gampang diomongkan tapi sulit untuk dilakukan. Karena itu tata kelola kebudayaan yang selama ini berlangsung, hal tersebut bukanlah arah strategi kebudayaan.
Jika hal tersebut ditambah dengan  konteks kedaerahan, maka semua daerah tahu tentang kekayaan buda yang kita punya. Dengan demikian, semua itu membutuhkan perlindungan, pengembangan untuk dimanfaatkan, dan  juga harus diikuti dengan pembinaan, untuk meningkatkan kemampuan, baik secara perorangan maupun kelembagaan.
Melalui konsep dan arah strategi kebudayaan tersebut, maka semua daerah harus menyusun Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), Dalam hal ini, pihaknya boleh sedikit berbangga karena berhasil melakukan hal tersebut, termasuk di antaranya adalah di Jawa Tengah karena dari 34 kabupeten/kota, 11 di antaranya sudah selesai menyerahkan PPKD ke pihaknya.
Melalui diskusi-diskusi dan pertemuan yang berlangsung sejak Maret lalu, hal tersebut tak ubahnya dengan pelaksanaan kongres kecil di daerah. ”Semua itu bergerak dan berlangsung secara sistemats sebagai bentium dan bagian dari strategi kebudayaan.”
Sementara itu dalam Pra Konggres  Kebudayaan, di Mana Jawa Tengah akan menawarkan satu strategi kebudayaan, yaitu ”Membangun Rumah Kebudayaan Jawa Tengah.” Yakni, penyediaan ruang bersama, terbuka, dan mudah dijangkau untuk penggiatan , pengembangan dan pemajuan daya kritis, kreatif, produktif, werta apresiatif terhadap hasil kerja dan temuan karya yang berakar pada nilai budaya masyarakat Jawa Tengah.(sn)
Previous post Komisi D DPRD Pati Berinisiatif Rancang Perda PGOT
Next post Bamus Jadwalkan Pelantikan PAW DPRD

Tinggalkan Balasan

Social profiles