Forum Wartawan Pati (FWP) Senin (26/11) kemarin mengkemas Focus Group Discusion (FGD) yang difasilitasi Bagian Humas Setda Pati berkunjung ke Museum Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI-Dalam mengkemas ”Focus Group Discasion” (FGD) yang difasilitasi Bagian Humas Setda Pati, Senin (26/11) kemarin, Forum Wartawan Pati (FWP) mengunjungi Museum Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Materi kesejarahan tentang Pemerintahan Kadipaten Pati pada awal mulanya, sengaja dikemas sebagai bahan diskusi tersebut.
Dengan demikian, topik diskusi lebih dititikberatkan pada proses kesejarahan berdirinya kadipaten ini yang oleh Tim Peneliti Sejarah Hari Jadi Pati (SHJP) di Tahun 1994 disebutkan dalam angka Tahun 1323. Hal itu berdasarkan catatan yang ditulis dalam Prasasti Tuhanaru yang konon tersimpan di Museum Majapahit, di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.
Dalam prasasti lempengan logam pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit di bawah kekuasaan Raja Jayanegara itu juga disebut-sebut adanya ‘‘pisowanan agung,” di mana Adipati Pati Tombronegoro hadir di pisowanan itu yang dinyatakan dengan pembuktian tertulis dalam prasasti Tuhanaru, di Desa Sidateka.
Akan tetapi, ketika keberadaan prasasti tersebut ditayakan peserta diskusi kepada petugas pemandu museum, Abdul Rozak yang bersangkutan justru heran mendengar nama prasasti itu, karena dia mengaku baru kali pertama mendengarnya. ”Padahal, kami bertugas di museum ini sejak Tahun 1990, tapi tidak pernah melihat adanya prasasti dimaksud,”tandasnya.
Foto pemprakarsa pendirian Museum Trowulan di Tahun 1924, yaitu Bupati Mojokerto, RAA Kromodjojo Adinegoro dan arsitektur seorang Belanda yang juga seorang arkeolog, Ir Henry Maclaine Pont.(Foto:SN/aed)
Mendengar penjelasan tersebut, peserta diskusi lainnya, Wiwik sampai mengungkapkan keinginannya untuk bisa melihat prasasti tersebut, meskipun hanya sekadar duplikatnya. Alasan yang disampaikan, kendati duplikat jika disertai dengan manuskrip tentang naskah dari prasasti tersebut, minimal bisa diyakini bahwa buti prasasti itu memang benar-benar ada.
Atas pertayaan tersebut, Abdul Rozak, menyatakan permintaan maaf, karena benda bersejarah itu tidak pernah ada atau tersimpan di museum ini. Sehingga dia pun berjanji akan menginforasikan dan mengkoordinasikan nama prasasti yang baru kali pertama didengar itu ke teman-temannya yang bertugas di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) yang berlokasi di Jalan Raya Mojokerto-Jombang.
Sebab, lembaga itulah yang awal menentukan setiap temuan benda-benda bersejarah karena lembaga itu pula tempat arkeolog melakukan penelitian dan kajian, Dari lembaga tersebut, baru benda-benda tersebut diserahkan ke museum untuk perawatan dan pengamanannya, sehingga jika prasasti Tuhanaru itu ada, dia pasti melihatnya.
Mengingat apa yang disampaikan peserta diskusi FWP, hal itu dirasakan sebagai informasi baru maka dia tidak bisa menunggu kebenaran informasi tersebut berlama-lama. ”Mari salah satu dari bapak-bapak ini kami antar sekarang juga ke BPCB,”ujarnya.(sn)