Komisi D DRD Pati dipimpin Ketuanya, Mussalam tengah membahas mencari rujukan ke daerah yang sudah mempunyai peraturan daerah (Perda) tentang PGOT.(Foto:SN/adv-aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI-Pengemis, gelandangan, dan orang telantar (PGOT) selama ini selalu menjadi warna dan problem sosial klasik, terutama di perkotaan yang tak pernah tuntas penyelesaiannya. Apalagi dalam kurun dasawarsa terakhir ini, kondisi tersebut diperburuk kemunculan anak-anak dengan gaya dan tampilan punk.
Itu kondisi dan realitas sosial yang seharusnya dicarikan solusi maksimal, sehingga tidak hanya sekadar dirazia,di pusat-pusat mereka manhkal mauoun beroperasi, melainkan harus ada rumah singgah untuk menampung mereka sementara atas tanggungan negara. Dengan kata lain, mereka membutuhkan perhatian dari yang berkompeten secara totalitas, sehingga bukan hanya sekadar dirazia.
Karena itu, kata salah seorang anggota Komisi D DPRD setempat, Endah Sri Wahyuningati, pihaknya tengah berencana menyikapi kondisi seperti itu dengan menyusun suatu peratiran daerah, agar dalam penanganan masalah tersebut ada dasar aturan yang mendasarinya. Sehingga dalam waktu dekat ini, Komisi D menjadwalkan mencari rujukan ke daerah yang sudah mempunyai perda tentang PGOT.
Mengingat permasalahan itu klasik, dan menyangkut kondisi mentalitas seseorang kendati dicarikan jalan pemecahan terbaik, khususnya para pengemis tentu tidak semudah membuat teori dan konsep-konsep upaya penanganannya. ”Hal itu benar-benar kami sadari, tapi upaya tersebut tetap harus dilakukab,”tegasnya.
Lebih-lebih, masih kata dia, jika yang diprioritaskan adalah para pengemis dengan diberikan ketrampilan praktis seperti membuat jajanan, tentu harus ada yang bertanggung jawab untuk menjualnya. Sebab, kebanyakan dari mereka yang memilih pekerjaan sebagai pengemis dengan mangkal di lampu-lampu merah, adalah perempuan.
Lagi pula, mereka juga bukan pendiduk asli Pati melainkan pendatang pagi datang dan sore atau malam baru pulang, Dengan demikian yang cukup menyulitkan adalah mereka yang hidup menggelandang, karena biasanya mereka sudah dalam kondisi terganggu ingatannya, dan untuk anak-anak punk merea memang sengaja berkelompok dengan gaya hidup bohemian.
Melihat kondisi dan realitas sosial di masyarakat seperti itu, maka sebelum merancang perda pihaknya harus mencari rujukan. Sedangkan sesuai informasi, kabupaten/kota yang sudah memiliki perda tersebut adalah Bogor, Jawa Barat (Jabar) sehingga pihaknya harus melakukan studi banding ke sana.
Terlepas bagiamana tingkat kesulitan dalam menuntaskan permasalahan sosial ini, maka upaya semaksimal mungkin harus dilakukan. ”Jika perlu dalam perda tersebut harus tegas mengatur tetang penindakan terhadap pengemis yang sengaja mamanfaatkan anak-anak, untuk menarik perhatian dan belas kasihan saat beroperasi di lampu-lampu merah di perkotaan,”imbuhnya.(sn/adv)