Kiai Happy Irianto; Memfilosofikan Shio Babi Tanah Sebagai Simbol Kemakmuran

Kiai Happy Irianto dari Kelompok Gusdurian Pati.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  PATI – Memaknai dan memfilosofikan Tahun Imlek 2570 di Tahun 2019 Masehi yang bershio ”Babi Tanah”, Kiai Happy Irianto dari Kelompok Gusdurian Pati menyebutkan, bahwa binatang tersebut sebagai simbol kemakmuran. Memang benar bagi umat Islam binatang itu diharamkan, kendati sama-sama makhluk hidup ciptaan-Nya.
Akan tetapi dikisahkan pula, bahwa pada suatu kali semua binatang sebagai makhluk ciptaan-Nya itu diadu untuk lomba berlari yang berhasil mencapai finish lebih dahulu adalah babi. Sebab, sebelum melakukan perlombaan binatang itu makan secukupnya dan juga memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk tidur dan beristirahat.
Kisah tersebut, katanya lebih lanjut, harus dimaknai bahwa manusia sesibuk apa pun dalam bekerja keras harus diikuti dengan makan dan istirahat yang cukup. Hal itu untuk menjaga agar badan tetap bugar, sehingga bisa bekerja lebih keras atau lebih produktif lagi yang hasilnya tentu untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan ini.
Karena itu dalam kalender penanggalan imlek yang bershio ”Babi Tanah” tetaplah bisa dimaknai bahwa binatang tersebut sebagai simbol kemakmuran, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berbingkai NKRI. ”Apalagi, Tahun Imlek yang menjadi bagian dari budaya para leluhur suku bangsa Tionghoa, baru berlangsung lagi setelah kurun waktu 60 tahun,”ujarnya.
Tepatnya, masih kata Kiai Happy Irianto, Tahun Imlek yang bershio ”Babi Tanah” itu pernah berlangsung di Tahun 1959 Masehi. Jika sekarang Tahun 2019 Masehi atau pada 2570 Imlek, maka rentang waktunya hingga sekarang berlangsung selama 60 tahun, dan jika kita kaitkan peradaban di republik ini pada Tahun 1959 peristiwa demi peristiwa sejarah pada masa itu mencatatnya dalam perjuangan untuk mewujudkan  Indonesia sebagai negara yang benar-benar berdaulat.

Di tahun itulah (1959) Presiden Indonesia pertama Soekarno mengeluarkan ”dekret” pada 5 Juli yang isinya adalah membubarkan Badan Konstituante hasil Pemilu pertama 1955. Selain itu juga penggantian UUD dan UUD Sementara (UUDS) 1950 serta kembali ke UUD 1945, dan waktu itu juga akan dibentuk pula Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS) serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Munculnya dekret tersebut, karena tidak diperoleh kepastian dari Badan Konstituante tentang munculnya UUD baru, atau badan tersebut tidak berhasil merumuskan UUD baru.sebagai pengganti UUDS (1950). Padahal anggota Badan Konstituante mulai bersidang sejak 10 November 1956 sampai 1958, tapi belum juga berhasil merumuskan UUD yang diharapkan.

Sementara itu di Tahun 1960, ketika Presiden mengajukan APBN justru ditolak oleh DPR sehingga akhirnya Presiden pun membubarkan DPR dan menggantinya dengan DPR Gotong Royong (DPRGR) pada 24 Juni 1960. ”Akhirnya proses dalam berbangsa dan bernegara sejak Tahun Imlek bershio Babi Tanah pada 1959 bingkai NKRI yang tetap utuh dalam persatuan dan kesatuan hingga sekarang sudah barang tentu akan mengantarnya ke gerbang kemakmuran,”tandas Kiai Happy Irianto.(sn)

Previous post Banmus DPRD Pati Selesai Berkunjung ke DPRD Depok
Next post Banmus DPRD Pati ke DPR RI Soal PP 12 Tahun 2018

Tinggalkan Balasan

Social profiles