Relawan setia Kampus Kehidupan di kompleks Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) sampah Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Pati, Ny Nur Kayati Sukro memproses pembuatan jenis makanan produk budaya leluhur ”tape.”(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Salah satu produk panganan yang sudah membudaya peninggalan leluhur, adalah ”tape” berbahan murah di sepanjang musim, yaitu ketela pohon atau ubi kayu. Rasanya yang khas dan cocok untuk penghangat suhu badan, karena kandungan kadar alkoholnya terukur secara alami hasil dari proses permentasi.
Di Pati pusat produksi makanan jenis ini yang masih bertahan hingga sekarang, yaitu di wilayah Kecamatan Gembong, di Desa Gembong dan di Desa Kuwawur, Kecamatan Sukolilo, ternyata masing-masing mempunyai pembeli yang sudah menjadi pelanggan. Sehingga yang dari kuwawur tiap hari pun berkelilin dengan berkendara motor menemui para pembeli yang sudah menjadi pelanggan tetapnya.
Sebab, pembuatan makanan dengan bahan yang diolah melalui proses pembusukan dengan yang namanya ”ragi” juga masih bisa diolah lagi menjadi makanan yaitu tape goreng maupun wedang tape. Peletarian budaya produk makanan peninggalan nenek moyang kita, kini juga dicoba untuk dibuat juga di Kampus Kehidupan, di lingkungan TPA Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Pati.
Tujuannya, selain untuk mengisi waktu bagi relawan Kampus Kehidupan, Ny Nur Kayati Sukro juga sebagai upaya tambah-tambah menopang kebutuhan sehari-hari. ”Karena itu, dari hasil ini memang kamisi siapkan untuk dijual kepada pengunjung TPA, atau juga mereka yang sehari-hari berada di lingkungan tersebut,”ujar ibu dua anak itu.
Untuk bahan baku ubi kayu, katanya lagi, swementara ini dicukupi dari ubi kayu yang ditanam sendiri oleh suaminy, Sukro yang juga relawan di Kampus Kehidupan. Kendati apa yang dilakukan ini baru kali pertama, tapi bagi yang berkunjung ke TPA dan mengetahui adanya makanan tersebut langsung membelinya.
Menyangkut harga, dia pun menyesuaikan seperti ”tape” produk Gembong yang dijual dalam kemasan besekan. Yakni, yang ukuran standar per besek Rp 6.000, dan yang ukuran sedikit lebih besar per besek Rp 10.000, sehingga cukup terjangkau karena harga ubi kayu yang selama ini sebagai bahan baku membuat makanan tersebut memang mahal.
Jika membeli satu karung plastik bekas kemasan pupuk ure isi 50 kilogram di Pasar Pri maupun Rogowangsan, harganya mencapai Rp 140.000. Karena itu, jika ubi kayu hasil tanam suaminya habis, maka upaya mendapat bahan baku tersebut dengan cara membeli dari para petani penanam di lahannya, baik di kawasan milik Perhutani.
Harganya, terpaut Rp 20.000 per karung sehingga upaya memproduksi makanan tersebut secara rutin tetap terjaga. ”Kami juga melayani pesanan untuk pembuatan tape ketan yang dikemas dalam besek ukuran khusus tape ketan,”imbuh dia.(sn)