Para pekerja terus dikerahkan untuk melakukan penataan fasilitas relokasi para pedagang kaki lima (PKL).(Foto:SN /aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Di kalangan pedagang kaki lima (PKL) program relokasi, khususnya Alun-alun Simpanglima Pati, kini mulai muncul perselisihan paham antara yang pro maupun kontra. Padahal secara diam-diam sebenarnya banyak yang pro pelaksanaan relokasi, karena merasa tidak ada manfaatnya menyoal kebijakan pemerintah berkait dengan upaya merevitalisasi fasilitas umum tersebut.
Pertimbangan lain, mereka menyadari bahwa dengan alasan apa pun yang mempunyai kewenangan mengatur penggunaan fasilitas tersebut adalah pemerintah, bukan paguyuban PKL yang sudah pasti tidak bisa melakukan klaim apa pun atas hak publik. Karena itu, upaya memprotes untuk mempertahankan fasilitas publik agar busa bertahan berjualan hanya membuang-buang energi dan pikiran.
Bagi yang selama ini memanfaatkan fasilitas alun-alun untuk mencari sumber penghidupan dengan ukuran yang tidak bisa disebut lagi ”lima kaki” , jelas akan bersikukuh dan tetap bertahan karena takut kehilangan ”sawah ladang”-nya. Akan tetapi, bagi pedagang yang hanya mempunyai lokasi berjualan satu lapak, lebih baik tidak menyoal upaya pemerintah.
Dengan kata lain, ketimbang membuang-buang energi dan sudah pasti pemerintah tidak lagi mengizinkan PKL berjualan di alun-alun, adalah hal sia-sia dan percuma. ”Atas dasar itulah, kami mengajak teman-teman PKL untuk berpikir positif, minimal fasilitas berjualan di luar alun-alun yang disediakan pemerintah tersebut dicoba dulu,”ujar salah seorang di antara mereka, Arwani.
Mantan Ketua Paguyuban PKL Alun-alun Simpanglima Pati tersebut mengajak kawab-kawan sesama PKL berpikir positif, tapi oleh beberapa orang lainnya yang tidak sependapat justru menganggap dia telah berkhianat. Bahkan yang lebih ekstrem lagi, dia dihujat telah menerima ”teplokan” uang (suap) dari pemerintah.
Padahal, katanya lagi, secara realitis PKL ini tidak mempunyai dasar atau kekuatan hukum apa pun untuk secara terus menerus memanfaatkan alun-alun sebagai tempat berjualan. Buktinya ketika pemerintah belum mempunyai rencana merevitalisasi alun-alun dari dulu hingga sekarang masih diberi kesempatan untuk berjualan di tempat tersebut.
Akan tetapi, setelah fasilitas publik tersebut dibutuhkan untuk dilakukan penataan, dan sesudahnya PKL tidak diperbolehkan lagi berjualan di alun-alun, sudah barang tentu kita harus mematuhinya. Sehingga hal yang harus dilakukan adalah ganti berjualan di tempat yang sudah disediakan, dan harus dicoba dulu.
Jika setelah dicoba ternyata kondisinya benar-benar seperti apa yang menjadi alasan bahwa lokasi itu sepi atau dagangannya tidak lagu, baru kita bersama-sama menyampaikan permasalahan itu kepada pemerintah. ”Dengan demikian, jika kita menolak pindah tersebut ada dasar dan alasannya bukan hanya karena rasa kekhawatiran semata,”tandas dia.(sn)