Ritual keberangkatan salah satu patung dewa dan pusaka dari Kelenteng Hok Tik Bio Pati yang hendak bertamu selama satu bulan di Kelenteng Hian Thian Siang Tee Welahan, Jepara, Rabu (4/4) pukul 10.30 hari ini.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Tiap tanggal 1 bulan ketiga Imlek, para dewa dan pusaka 39 kelenteng di daerah yang tersebar di luar Jawa, baik Sumatra maupun Kalimantan akan berkumpul di Kelenteng ”Hian Thian Siang Tee,” Welahan Jepara. Para dewa tersebut akan bertamu di kelenteng ini selama satu bulan, hingga Minggu (5/5) bulan
Hal itu merupakan tradisi budaya leluhur suku bangsa Tionghoa yang sudah ada sejak 2570 tahun lalu, tapi tradisi udaya tersebut tak lapuk oleh zaman juga tak lekang oleh waktu. Karena itu hal tersebut juga dilakukan oleh Kelenteng Hok Tik Bio yang diketuai Eddy Siswanto yang juga Ketua Umum Kelenteng se-Kabupaten Pati.
Tradisi yang diyakni sebagai bagian dari budaya para leluhur tersebut, kata Eddy Siswanto, karena berdasarkan catatan sejarah berawal dari masa terjadinya suatu peristiwa besar pada masanya. Oleh orang Jawa peristiwa itu disebut sebagai ”pageblug.” di mana orang sakit pada pagi hari, sore harinya meninggal maupun swebaliknya.
Melalui pertolongan ”Dewa Obat” (Hian Thian Siang Tee) atau juga disebut Xuan Wu itulah, ”pageblug” tersebut bisa disirnakan oleh Dewa yang bersangkutan. ”Patumg dewa itu selama ini menjadi penghuni Kelenteng Welahan, sehingga banyak kelenteng lain yang membawa dewanya bertamu kepada dewa obat tersebut,”tutur Eddy Siswanto yang juga Koordinator Gusdurian Pati.
Ini ”ubarampe” yang dibawa dari Kelenteng Hok Tik Bio Pati saat berangkat bertamu ke Kelenteng Hian Thian Siang Tee” di Welahan, Jepara.(Foto:SN/aed)
Dalam momentum ini, masih kata dia, waktunya benar-benar sangat tepat, di mana pada Rabu (17/4) mendatang, bangsa kita di Republik ini tengah mempunyai hajat nasional. Yakni, pesta demokrasi lima tahunan yang akan berlangsung secara serentak dalam upaya menjaga dan menegakkan konstitusi dalam berbangsa dan bernegara.
Karena itu dalam kesempatan tersebut selama satu bulan itu, kita akan mendoakan negara kesatuan ini beserta seluruh warganya, agar selalu dalam lindungan-Nya, wserta dijauhkan dari hal-hal atau peristiwa yang bisa mengancam keselamatan negara serta keutuhan Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut harus ditanamnkan oleh setiap warga negara, agar tidak menjadikan perbedaan pilihan dalam pesta demokrasi tersebut sebagai hal yang menjadi penyebab terjadinya perpecahan.
Dengan kata lain, pilihan boleh beda tapi NKRI sebagaimana yang sudah menjadi tekat dan menjadi komitmen nasional, adalah harga mati. Sehingga kerukunan antarsesama anak bangsa menjadi tekad kita untuk selalu menjaganya dalam kebhinekaan, karena meskipun berbeda-beda apa latar belakangnya, baik suku, ras dan agama yang menjadi bagian tak terpisahkan untuk tetap utuhnya NKRI.
Mengingat hal tersebut, maka uoaya memanjatkan doa dalam menjalankan budaya yang sudah mentradisi dari para leluhur suku bangsa Tionghoa, demi tetap utuhnya NKRI. ”Sekali lagi, mari kita mendoakan keselamatan tanah tumpah darah dan seluruh rakyatnya agar tetap rukiun dalam perbedaan, karena hal itu sudah merupakan karunia dari-Nya,”tandas Eddy Siswanto.(sn)