Sedangkan Godot itu sendiri sebenarnya seorang tokoh, tapi siapa, dan apa yang harus ditunggu darinya. Jika yang ditunggu rakyat itu bukan tokohnya, melainkan pemberiannya yang lazim dan sudah menjadi rahasia umum disebut dengan bahasa ”amplop” keduabelah pihak pun sebenarnya sadar, bahwa itu sudah masuk dalam ranah politik uang.
Akan tetapi fakta yang terlalu satir jika dikaitkan dengan aturan yang melarang praktik politik uang, adalah ketentuan yang mengaturnya. Maksudnya, jika uang tersebut diberikan oleh tim kampanye atau tim sukses calon yang resmi terdaftar di lembaga penyelenggara pemilihan baru bisa disebut sebagai politik uang.
Bagaimana jika yang memberi adalah sebaliknya, sudah barang tentu tidak masuk katagori tersebut, sehingga Godot yang ditunggu adalah sebuah harapan yang tak kunjung datang lebih baik tidak perlu ditunggu dan diharapkan. Sebagai pemegang kadaulatan atas nama pemilik sah republik ini, mengapa kita tidak malu pada Ibu Pertiwi yang sebenarnya sudah terlalu banyak memberi.
Sepuluh menit berada di TPS yang segera berlalu, rasanya kita ini terlalu dikecilkan sebagai pemegang kedaulatan hanya karena pemberian. Tapi mengapa hal seperti itu terus terjadi, karena kita tidak sadar bahwa dampak atas semua itu kita ini dianggap telah menggadaikan harga diri sehingga menjadi pembenaran yang tak bisa dinafikan.
Akhirnya yang sering kita dengar, baca, dan saksikan adalah ending sebuah pertunjukan drama yang mengenaskan dan memprihatinkan. Sebab, bermunculan para elit politik yang digaruk oleh KPK karena melakukan transaksi culas, untuk menutup modal pembiayaan politik uang saat mencalonkan diri, agar mendapat dukungan pemilih.
Karena itu, cukup dengan sepuluh menit di TPS yang segera berlalu siapa pun kita tak perlu apa-apa karena negara memang mencari dan membutuhkan kita untuk memilih pemimpin di negara yang berdaulat, yaitu NKRI. Jangan kalian gadaikan harga diri republik dan bangsa ini, karena kehilangan waktu sepuluh menit untuk memenuhi panggilan negara datang ke TPS-TPS kita tak pernah merasa kehilangan maupun rugi apa-apa.
Tetaplah bersemangat rakyat. Salam waras penuh rasa hormat.(Ki Samin)