Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabuoaten Pati, Edy Martanto.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Tahun ini delapan desa dari empat kecamatan di Kabupaten Pati menjadi pusat rekonsiliasi/integrasi pegaraman Masing-masing Desa Tlutup, Kertomulyo, dan Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Desa Tluwuk (Wedarijaksa), Trimiulyo, Genengmulyo (Juwana), Desa Raci dan Jembangan, Kecamatan Batangan, Pati.
Sedangkan potensi garam di Kabupaten Pati selama ini dikembangkan melalui Progrqam Usaha Garam Rakyat (Pugar) yang mendapat dukungan dana melalui Tugas Pembantuan Program Pengelolaan Ruang Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan. Program tersebut dilaksanakan melalui empat pendekatan, yaitu produktivitas, kualitas, kuantitas dan kelmbagaan usaha.
Untuk integrasi pegaraman, kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabuoaten Pati, Edy Martranto, Tahun 2018 sudah mulai dicoba di 9 desa juga di empat wilayah kecamatan yang sama. Ternyata para petani garam yang kebanyakan melakukan kegiatan pegaraman dengan sistem sewa lahan justru bisa mengintegrasikan lahan tambak garam yang luasnya terbatas.
Hal itu menunjukkan bahwa antara pemilik lahan dan penyewa benar-benar bisa mewujudkan integrasi pegaraman, karena lahan yang semula masing-masing luasnya terbatas melalui program tersebut bisa menjadi satu blok dengan luas maksimal 15 hektare. ”Untuk hasil panenan, tentu sudah ada kesepakatan pembagiannya di antara mereka,”ujarnya.
Lokasi penampungan garam impor dari Australia, di Desa Langgenharjo, Kecamatan Juwana Pati yang sempat mengusik keberadaan garam rakyat.(Foto:SN/dok-aed)
Pertimbangannya, masih kata Edy Martanto, lahan yang semula berpetak-petak yang diolah para petani, tentu ada yang hasilnya maksimal, dan adalam program tersebut, da pula yang sebaliknya. Akan tetapi setelah terintegrasi antarpemilik/penggarapnya, pembagian hasil produksinya saat musim panen tentu berbeda.
Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan di antara mereka untuk membagi hasil produkdi, baik berupa natura maupun nominal setelah dilakukan penjualan. Sedangkan peruntukan dan fungsi lahan yang terintegrasi itu berbeda, karena ada yang khusus untuk menyiapkan air sebelum masuk ladang proses pembuatan garam, dan ada juga yang dimanfaatkan sebagai saluran.
Mengingat dalam program tersebut uaya meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi harus benar-benar terintegrasi, maka salah satu dalam proyek tugas pembantuan tersebut tiap-tiap petak lahan garam ditopang dengan ”geoisolator.” Dengan demikian, produksi garam rakyat yang dihasilkan benar-benar meningkat kualitasnya.
Menjawab pertanyaan, Edy Martanto menambahkan, hal yang berkait masalah garam impor yang beberapa waktu lalu sempat menjadi sorotan banyak pihak, sudah ada kesepakatan garam itu harus sudah bdrsih dari tempat penampungannya dalam bulan Juni. ”Ada kegiatan usaha importir garam di Pati, seharusnya bisa memberikan bimbingan kepada para petani garam, bukan sebaliknya justru menjadi pesaing,”katanya.(sn)