Bupati Haryanto dan Sekda Pati Suharyono bersama salah satu rombongan peserta bersepeda berhenti untuk berbuka puasa di Pusat Kuliner Pati.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM BEGITU tiba saatnya harus membatalkan puasanya, rombongan olah raga bersepada Bupati Haryanto dan Sekda Suharyono bersama jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) sesuai jadwal yang diagendakan memang harus sudah tiba di Pusat Kuliner Pati. Sambil minum air putih, Bupati pun mengamati tenda-tenda pedagang kuliner yang ternyata rata-rata sudaha ada pengunjung menunggu tersajinya kuliner yangbtersedia.
Tak jauh dari tempat Bupati dan rombongan berkumpul memilih menu apa untuk berbuka, dan tenda pedagang kuliner yang belum menjadi tempat berkumpul pengunjung lain, terlihat seorang ibu penjual empek-empek yang tendanya masih kosong. Pedagang itu hajya diam sambil sesekali menoleh ke kiri maupun ke kanan.
Barang kali ibu itu melihat atau di pikiranya berkecamuk pertayaan, mengapa tenda pedagang lain rata-rata dimasuki pengunjung yang hendak berbuka puasa, tapi di tenda tempatnya berjualan belum ada satu pun pengunjung yang masuk. Bersamaan itu Bupati Haryanto yang tengah berdiri tak jauh dari tenda tersebut, terketuk hatinya.
Karena itu yang muncul di hatinya, sudah pasti rasa kasihan begitu melihat tenda pedagang lain, sudah ada pengunjung yang menunggu pesanan. Dengan demikian, Bupati pun mengajak rombongannya untuk berbuka puasa dengan apa yang ada, sehingga dengan kuliner empek-empek pun tidak menjadi soal.
Dengan demikian, bersama Sekda Suharyono dan beberapa pimpinan OPD seperti Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperind) Riyoso pun mencoba mencari makanan lain yang cocok untuk berbuka, di tenda lain. Hal sama diikuti Kepala Bappeda, Pujo Winarno tapi yang ada dan harus menunggu penyajiannya hanya soto.
Sebab, banyak tebda penjaja kuliner yang rata-rata sudah digunakan pengunjung untuk berbuka. Karena itu, Riyoso pun menyampaikan hal tersebut kepada Bupati, dan kalau soto atau apa pun yang siap tersaji tidak mengapa bisa dibawa ke tenda menunggu, tenda penja empek-empek.
Sedangkan Bupati sendiri diamini Sekda Suharyono juga sama-sama memesan empek-empek, tapi juga harus proses menunggu meracik bumbunya. Dalam kesempatan menunggu itu yang tersedia hanya kerupuk, maka berbuka puasa dengan memakan kerupuk ternyata bagi Bupati Haryanto juga tidak masalah.
Hal tersebut bukan berarti tidak boleh, karena jika selesai memakan kerupuik yang mengandung minyak ternyata haus, tentu bisa minum air putih lagi. Ituah konsekuensi logis untuk menempatkan rasa belas kasihan terhadap pedagang empek-empek, hanya karena lingkungan warung sekitarnya sudah ada pengunjung tapi di tenda pedagang makanan yang bersangkutan masih kosong.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka rasa belas kasihan Bupati terhadap pedagang yang barang dagangannya mungkin belum laku yang muncul kemudian adalah rasa kasihan. ”Karena itu, atas dasar apa Buoati Haryato dihujat sekelompok pedagang karena kebijakannya memindahkan para pedagang dianggap menyangsarakan rakyat kecil.
Untuk menjawab, fakta dari kondisi yang sebenarnya ada karena kelompok tersebut selama ini sebagai pihak yang merasa terganggu kepentingannya. Yakni, kepentingan akan status sosialnya sebagai pedagang yang sukses, kendati dalam melakukan kegiatan usahanya mengabaqikan hak-hak publik lainnya.(Ki Samin)