Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Pati, Sudarlan dan rambu larangan truk masuk Kota Pati mulai dari ujung barat Jalur Lingkar Selatan (JLS) Pati, di Desa Sokokulon, Kecamatan Margorejo, tapi rambu larangan tersebut tak ada ”roh” dan wibawanya karena pembiaran atas terjadinya pelanggaran tiap hari selalu terjadi.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM INI janji Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati bahwa mulai Senin (1/7) nanti, seluruh truk yang melintas di jalan raya nasional Jakarta-Surabaya selepas Kudus tak dilarang masuk Kota Pati. Dengan demikian, truk dari barat itu setelah tiba di ujung barat Jalur Lingkar Selatan (JLS) Pati, di Desa Sokokulon, Kecamatan Margorejo, harus belok kanan masuk ke ruas JlS tersebut.
Apalagi, selama ini rambu larangan masuk kota sudah terpasang jelas di ujung ruas JLS, termasuk bus antarkota antarprovinsi (AKAP). Khusus yang disebut terakhir hanya sampai pukul 17.00, sehingga selebihnya kendaraan penumpang umum itu diperbolehkan masuk kota, sedangkan berdasarkan rambu yang terpasang, truk juga masih diberi kesempatan masuk kota tapi harus berizin.
Hal itulah yang justru menimbulkan pertanyaan, karena dasar aturan yang menggunakan pengecualian, dampaknya tentu tetap memunculkan pelanggaran. Sebab, tidak ada petugas yang selama 24 jam yang mengecek truk-truk yang punya izin masuk kota. Karena itu, jika ”kecuali berizin” tersebut tetap diterapkan, konsekuensinya pos-pos jaga polisi harus diaktifkan kembali.
Utamanya pos jaga polisi yang ada di perempatan Puri/GOR diaktifkan, dan di ujung barat JLS di Desa Sokokulon juga dilengkapi pos jaga. Akan tetapi yang bertugas di pos tersebut personel dari Dishub, agar bisa menginformasikan ada truk dari barat tidak belok kanan masuk JLS tapi lurus ke timur masuk kota.
Bus AKAP Semarang-Surabya ini pun melanggar rambu larangan masuk kota, karena baru sekitar pukul 11.00 juga sudah tidak mau belok kanan masuk ke ruas JLS Pati.(Foto:SN/aed)
Jika Dishub tetap ingin memberlakukan ”kecuali izin” maka pemberian izin tersebut harus berdasarkan rekomendasi pihaknya, bukan ditetapkan berdasarkan putusan OPD yang mengeluarkan izin. Atau jika dengan pertimbangan bahwa di sekitar ujung barat JLS banyak tempat kegiatan usaha yang harus melayani kebutuhan sehari-hari.
Di antaranya ada stasiun pengisian gas elpiji, ada gudang semen, ada SPBU, perusahaan penyedia material beton, dan beberapa kegiatan usaha lainnya. Dengan kata lain, truk-truk pengangkut barang tersebut hanya diberikan toleransi izin masuk dari rambu larangan maksimal sepanjang 1 kilometer hingga sampai depan Plasa Pragola.
Di lokasi tersebut syaratnya dipasang rambu tempat perputaran arah, sehingga di ruas jalan nasional itu harus tersedia daya dukung fasilitas berupa median jalan. Dengan demikian truk-truk pengangkut barang yang sudah membongkar muatannya tidak langsung lurus masuk kota, tapi berbalik ke arah semula, dan jika hendak ke timur harus belok kiri, masuk ke ruas JLS.
Prinsipnya, truk-truk tersebut tidak masuk kota kecuali kendaraan pribadi, dan itu pun setelah sampai lampu pengatur lalu lintas Taman Kuda dan Taman Stasiun Puri tidak lurus, tapi belok kiri masuk Jl Tunggulwulung kemudian ke timur lewat Jl Diponegoro. Jika Pemkab konsekuen dengan aturan dan rekayasa lalulintas tersebut, maka Jl Diponegoro aman dibuka untuk arus lalu lintas dua arah. Smoga …! (Ki Samin)