Anggota DPR RI terpilih untuk kali yang keempat Fraksi Partai Golkar, asal Pati, Firman Soebagyo dan Bupati Haryanto bersama jajaran Forkopimda, serta Dalang Ki Bayu Aji Pamungkas berdoa bersama di ”Punden” Nyi Ageng Sabirah dan Dalang Soponyono, Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, untuk acara tasyakuran Firman Soebagyo dengan Pergelaran Wayang Kulit, semalam.(Foto:SN.aed)
SAMIN-NEWS.COM BERDASARKAN fakta atas kekalahannya dalam sidang pembunuhan orang kepercayaannya, Sondong Majeruk, membuat Wedana Kemaguan, Yuyurumpung dalam hatinya gamang, ragu, dan rasa tidak mampu lainnya dalam melakukan pengejaran Soponyono dan putri Rayungwulan ke Majasemi. Apa yang harus dilakukan kali ini, ibaratnya sama saja harus mengulang makan makanan yang sama (sega wadang) beberpa tahun sebelumnya.
Akan tetapi, tingginya rasa kesetian kepada atasan Adipati Parang Garuda Yudhapati sebagai junjungannya, maka ”ngluruk” ke Kawedanan Majasemi, suka atau tidak suka, berat atau tidak berat hars dilakukan. Satu hal yang membanggakan, demi kecintaan terhadap putranya Jasari maka sang Adipati pun turut serta melakukan pengejaran bersama putranya.
Sebagaimana diperkirakan Kembang Joyo sejak awal, orang-orang yang mewngejar Dalang Soponyono dan Rayungwulan pasti akan menuju ke Majasemi. Karena itu, sejak meninggalkan tegal Bantengan, Kembang Joyo segera menemui kakaknya, Sukmoyono untuk memberikan perlindungan sepenuhnya kepada Soponyono bersama kedua adik peremuannya, dan lebih utama lagi kepada putri Rayungwulan.
Dia sendiri pun segera menyiagakan orang-orang Majasemi yang selama ini mmang terlatih untuk tugas pengamanan wilayah, termasuk Sondong Wedari yang pernah terselamatkan atas tuduhan pembunuhan terhadap Sondong Majeruk juga sudah siaga penuh dengan pengamanan sistem ”baris pendhem.”
Tepat matahari musim kemarau berada pada titik kulminasi, rombongan pengejar Soponyo dan Rayungwulan tiba di kediaman Wedana Sukmoyono. Setelah dipersilakan dan diterima sebagai rombongan tamu, tapi Wedana Yuyurumpung tanpa basa-basi langsung melancarkan tuduhan terhadap Sukmoyono, bahwa dia menyembunyikan pelaqrian yang sedang dicari.
Penjelasan dan alasan apa pun tidak bisa diterima, demikian pula Adipati Paranggaruda dan putranya Josari, jika tidak bisa membawa Rayungwulan ke Paranggaruda lebih baik pulang tinggal nama. Karena itu, Yuyurumpung langsung menyambutnya dengan tantatangan terhadap Wedana Majasemi untuk adu kesaktian.
Menghadapi tantangan tersebut, tetao dengan sabar Sukmoyono menyarankan agar mereka kembali saja. Jika nanti orang-orang Majasemi tahu di mana kebaradaan Putri Rayungwulan akan diantarnya ke Parangguda, tapi orang-orang yang sudah terbakar amarahnya itu tidak bersedia menerima saran dan usulan tersebut.
Tantangan untuk mengadu kekuatan pun tak bisa dihindari, rombongan pecari pelarian itu segera keluar rumah, untuk membuktikan siapa yang lebih berhak atas kemenangan dalam perang ini. Mendengar tantangan itu Dalang Soponyono pun tak bisa tinggal diam, segera keluar untuk bersiap-siap menghadapi orang-orang yang semuanya sudah dirasuki amarah.
Betapa terkejutnya rombongan dari Paranggaruda, begitu berada di luar ternyata mereka sudah dikepung oleh ”barisan pendhem” Majasemi yang dipimpin Kembang Joyo. Adipati Yudhapati marah besar, langsung menyerang Soponyono karena dianggap telah membawa lari istrinya , dan Kembang Joyo pun langsung berhadap-hadapan dengan Yuyurumpung.
Sedangkan Sukmoyono mau tidak mau harus menghadai Yudhapati, tapi Wedana Majasemi menyadari jika adu kekuatan yang sudah berlangsung seru itu tidak segera diakhiri, pasti akan jatuh banyak korban. Karena itu, satu-satunya cara ini harus segera diakhiri sehingga salah satu pusaka piandel Majasemi, Keris Rambut Pinutung terpaksa harus dihunus dari kerangkanya.
Sesuai sumpahnya, Adipatipati Paranggarudo memilih mati berkalang tanah, dan itu pun dikuti putranya Josari yang terus menguber dan bernafsu untuk membunuh orang sakti di depannya, Dalang Soponyono, Setelah melihat bapak dan anak terkapar berkalang tanah, maka oleh Kembang Joyo Wedana Yuyurumpung pun diminta untuk kembali dan membawa jenazah mereka.
Dengan demikian, keraguan atas kemampuannya untuk bisa menaklukkan Majsemi, lebih-lebih untuk menguasai pusa piandel yang bisa mengantarnya di tahta kekuasaan sebagai Adipati pasti tak bakal kesampaian. Buktinya, pusaka yang sebelumnya berhasil dicuri orang kepercayaannya, Sondong Majeruk tetap tak pernah lepas dari tangan yang memang berhak, Wedana Majasemi (bersambung)