Membumikan Peringatan Hari Jadi Pati; Sebuah Catatan dari Beberapa Tulisan (10)

SAMIN-NEWS.COM  BULAN ini (Juli) atau kalau bulan Jawa namanya ”Apit,” maka secara tidak sadar, warga di Kabupaten Pati secara bergantian atau bahkan juga bersamaan melakukan ”praktik kebudayaan.” Hal itu merupakan bentuk keguatan adat istiadat, yautu ”sedekah bumi.”

Sedangkan di bulan Syhawal lalu, wilayah Pati yang mempunyai wilayah desa kawasan pantai sepanjang 60 kilometer, muai dari Desa Puncel, Kecamatan Dukuhseti hingga Desa Pecangaan,  Kecamatan Batangan, baru saja selesai melajsanakan kegiatan sedekah laut. Belum lagi perayaan memperingati wafatnya (haul) tokoh-tokoh legendaris di Pati, Seperti Syeh Jangkung (Saridin), Mbah Mutamakin maupun Ki Ageng dan Nyi Ageng Ngerang, hampir tak pernah sepi.

Hal itu menunjukan bahwa adat istiadat yang sebenarnya sudah berangsung secara turun temurun tersebut merupakan bentuk warga Pati dalam menghormati para lelhuhurnya. Sehingga hal ini, menjadi bagian dari peristiwa budaya, dan tak ubahnya Pati yang tiap tahun menyelenggarakan Perintatan Hari Jadi Pati.

Dari peringtatan yang diselenggarkan setiap tahun tersebut, ada bagian satu tahun dari lima tahun yang peringatannya dengan prosesi kirab boyongan (pindahan). Yakni, gambaran prosesi  pindahnya pusat pemerintahan Kadipaten Pati dari Kemiri ke Kaborongan yang oleh Tim Penyusun Sejarah Hari Jadi Pati dicatat angka tahunnya (1323).

Karena hal itu merupakan sebuah peristiwa budaya, maka untuk ”membumikan” peringatan hari jadi ini, siapa pun yang terlkibat di dalamnya akan lebih baik jika (minimal) tentang ”Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten Pati. Sebab, tahun lalu (2018) Pati merupakan salah satu kabupaten/kota, di Jawa Tengah (tidak seluruhnya) mampu menyusun pokok-pokok pikiran tersebut.

Dengan demikian, apa pun yang menjadi rangkaian dari peristiwa budaya sweperri kirab proses hari jadi, tujuan yang mendasarinya adalah untuk memberikan perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan objek pemajuan kebudayaan. Mengingat kebudayaan adalah suatu hal yang universal, maka keterpengaruhan daya pikir seseorang yang terlibat dalam setiap peristuiwa budaya antara yang satu dan lainnya tentu tak bisa dihindari.

Kendati demikian, tentu tetap mempunyai nilai plus ketimbang yang melakukannya secara instan, maka Pati dalam PPKD sedikitnya mempunyai enam acuan. Di antaranya yang pertama, adalah perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan seni perujukan yang salah satunya bisa menjadi ikon di Pati, adalah seni pertunjukkan ketoprak.

Sedangkan yang keenam, dan barang kali banyak yang belum mehami atau bahkan abai adalah pengambangan, pembinaan dan pemanfaatan Tewmpat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah sebagai wiasata edukasi bagi masyarakat Kabuaten Pati. Dalam memomentum peringatan Ke-696 Hari Jadi Pati, mengapa tidak ada pemikiran untuk memberikan kesempatan khususnyaq kepada anak-anak kita berekspresi dan mengekflor diri di tempat ini?(bersambung)

Previous post Istruktur Ratna ”Bathok” Antar SLBN Pati Maju ke LKSN Tingkat Provinsi
Next post Revitalisasi Alun-alun Pati Capai 50 Persen

Tinggalkan Balasan

Social profiles