Membumikan Peringatan Hari Jadi Pati; Sebuah Catatan dari Beberapa Tulisan (27)

Sepetak ”bumi sangar” di Ngagul, Desa Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Pati yang sejak dulu hingga sekarang diyaki sebagai bekas lokasi pande Empu Suwarno, sehingga ditanami apa saja tak pernah bisa maksimal hasilnya.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  KEDATANGAN Adipati Kembang Joyo bersama rombongan termasuk istri dan putranya Raden Tombronegoro yang harus mengungsi karena pusat pemerintahan di Kemiri dikuasi kelompok makar Empu Sumali menyadarkan Suwarno untuk segera bertindak. Akan tetapi, untuk menghindarkan jatuhnya korban sia-sia, maka harus ada strategi yang diterapkan secara tepat dan akurat.
Karena yang membuat adik seperguruannya terlalu berlebihan kepercayaannya jika menguasai pusaka ”piandel” Pati, Khuluk Kanigoro dan Keris Rambut Pinutung akan langgeng dalam memegag kekuasaan sebagai adipati. Diaturlah strategi bagaimana Sumali harus dipisahkan dari pusaka piandel kadipaten tersebut.
Menurut Empu Suwarno, hanya ada satu cara yang bisa melakukan hal itu, dan orang tersebut adalah istrinya sendiri Nyi Santi. Pertimbangannya, sampai sekarang Sumali tetap tak bisa menguasai perempuan idamannya yang sudah bertahun-tahun menjadi istrinya, maka strategi yang diterapkan harus mengirim/menyusupan Nyi Santi ke kadipaten dengan ditemani putranya, Joko Ganjur.
Alasannya, karena Sumali sekarang sudah menjadi seorang Adipati, sehingga sebagai perempuan desa yang hidup dalam serba kekurangan tentu agar bisa diterima bekerja di kadiupaten, meskipun sebgai pembantu. Dasar Sumali yang cintanya tak petnah lapuk lapukj oleh hujan dan lekang oleh panas terhadap Nyi Santi, maka tidak mungkin menjadikan perempuan yang dicintainya didudukkan sebagai babu.
Hari itu juga Sumali bersedia merengkuh Nyi Santi sebagai istrinya, tapi perempuan itu dengan halus menolak danb mengulur waktu dengan mengajukan syarat. Yakni, Sumali harus terlebih dahulu bisa menundukkan kakaknya Suwarno yang sekarang tidak lagi mempunyai kekuatan apa-apa, kecuali dalam keseharian sebagai seorang pande besi.
Tergiur rayuan manis Nyi Santi, Sumali pun menjadi abai akan tujuannya menjadi seorang Adipati, sehingga dalam kondisi tidak waspada perempuan tersebut bisa mengambil pusaka ”piandel” Pati. Melalui Joko Ganjur pusaka tersebut segera dibawa kabur untuk diserahkan kepada Adipati Kembang Joyo yang segera bersiap siaga untuk kembali memasuki pusat pemerintahan di Kemiri yang sudah sementara waktu ditinggalkan.
Sadar akan tipu muslihat perempuan itu, Sumali menjadi kalap dan memerintahkan para pengikutnya untuk melakukan pengejarann terhadap Nyi Santi. Akan tetapi di luar tak jauh dari pusat pemerintahan para pengikut Kembang Joyo, sudah siap siaga mengadangnya di mana yang berada pada posisi paling depan, tentu Empu Suwarno.
Melihat itu, Empu Sumali yang sudah gelap mata dengan keris terhunus langsung menyerang kakak seperguruannya yang dikira sudah tidak lagi mempunyai kekuatan apa-apa. Jika kondisi dibiarkan seperti pada masa-masa muda saat mereka belajar kepada gurunya, masalah ini tentu tidak segera tuntas, sehingga untuk kali pertma pusaka keris ”Budeg Pati” pun menyambut kegarangan Sumali yang akhirnya harus mati berkalang tanah di tangan kakaknya, Empu Suwarno.
Kematian Sumlai mengakhiri makarnya terhadap pusat pemerintahan di Kemiri, dan jenazahnya pun diantar Suwarno ke Klaling. di lereng barat Gunung Patiayam. Sampai sekarang di salah satu perbukitan di sisi utara desa terdapat sebuah makam yang dikenal sebagai makam Eyang Sili yang dipastikan sebgai Empu Sumali (bersambung)
Previous post Semua Tiba Saatnya
Next post Perkara Suap Terjadi Siapa Yang Berwenang Dalam Tingkat Jabatan.

Tinggalkan Balasan

Social profiles