Anggota Komisi D DPRD Pati, H Djamari.(Foto:SN/dok-aed)
SAMIN-NEWS.COM SESUAI bidang tugasnya dan orang-orang di lembaga legislatif yang dibutuhkan memang gagasan-gagasan pemikiarannya, serta suaranya. Yakni, harus siap angkat bicara untuk menyikapi hal-hal yang harus disikapi, bukan hanya semata-mata untuk kepentingannya melainkan demi terciptanya harmonisasi antara rakyat yang diwakili dan yang mewakili.
Karena itu, dalam hal yang berkait dengan persiapan penyelenggaraan Kirab Prosesi Hari Jadi Kabuaten Pati Tahun 2019, setelah salah seorang anggota Komisi D DPRD setempat, Endah Sri Wahyuningati, ganti anggota komisi yang sama lainnya, Djamari. Bahkan, yang bersangkutan menekankan agar panitia mempunyai gagasan-gagasan kreatif dan inovatif di luar tujuan pokok prosesi itu sendiri.
Maksudnya, kata dia, hasil akhir dari rangkaian peraingatan hari jadi itu harus bisa mendorong meningkatnya perilaku masyarakat dalam berbudaya. Sehingga pelibatan masyarakat dalam prosesi tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung harus menjadi bahan pemikiran mulai sekarang dan ke depan.
Untuk contoh pelibatan masyarakat dalam merayakan hari jadi daerahnya, hal itu bisa dilakukan dengan merefleksi ”Pati Tempo Doeloe.” Atau jauh ke belakang, saat awal munculnya peradaban berupa dimulainya penyelenggaraan tata pemerintahan yang disebut-sebut pada masa Adipati Pati pertama, Raden Tombronegoro sekitar abad Ke-13.
Dengan demikian, masyarakat Pati sekarang kita ajak berimajinasi dalam pengembaraan dalam kondisi ”tempo doeloe.” Bagaimana, kala itu jika dalam kondisi kehidupan masyarakat belum mengenal apa itu penerangan listrik, sehingga masyarakat bisa kita ajak untuk mencoba selama sepekan saja.
‘Misalnya, bila malam hari jalan raya dalam kota dan jalan-jalan di perkampungan permukiman warga untuk penerangan jalan umum (PJU) dimatikan. Sebagai gantinya, sepanjang jalan tersebut dipasangi ”damar sewu,” jika tidak mulai petang bisa juga sesudah pukul 22.00.
Melalui upaya tersebut, masyarakat pasti akan bersedia untuk ikut ambil bagian. ”Apalagi, jika hal itu juga dilombakan dengan pemberian hadiah yang bernilai dan menarik bagi pemenangnya,”ujarnya.
Hal tersebut, katanya lagi, di sisi lain secara tidak langsung penghematan energi listrik bisa dilakukan. Akan tetapi di sisi lain, gambaran budaya peradaban masa lalu jauh sebelum masyarakat mengenal listrik, tentu akan memberikan suasana malam di semua perkampungan dalam wilayah kota tentu benar-benar memberikan suasana yang spektakuler.
Selain pemasangan penerangan ”damar sewu,” masyarakat bisa disuguhi suasana yang spektakuler dalam hal menciptakan suasana kota. Apalagi, usai pelaksanaan kirab prosesi hari jadi berikutnya disusul dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI, maka alangkah maraknya jika sepanjang jalan raya dalam kota juga dihias bukan hanya dengan kibaran merah putih maupun umbul-umbul.
Akan tetapi, tandasnya, pada posisi bentang lebar jalan di atasnya atau antartiang, baik pepohonan maupun tiang bambu yang dipasang digantungkan hiasan payung tergantung. Semua payung yang tersebut sebagian belahannya warna merah, dan sebagian warna putih, sehingga harus dipesan secara khusus.
Jika hiasan payung tergantung tersebut bisa memenuhi seluruh ruas jalan raya dalam kota, dan bila perlu juga sampai di jalan-jalan dalam perkampungan warga, maka Kota Pati akan tampil dan tampak dalam suasana berbeda. ”Apalagi kalau gagasan kami ini, memang dirangkai dalam rangka memperingati Hari Jadi Pati dan HUT Kemerdekaan RI,”harap Djamri.(sn)