Membumikan Peringatan Hari Jadi Pati, Sebuah Catatan dari Beberapa Tulisan (Habis)

Bupati Haryanto dan Wakil Bupati Saiful Arifin sekalian ”garwa” usai kirab prosesi boyongan peringatan Hari Jadi Ke-696 Pati Tahun 2019, Rabu (7/8) petang tadi.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  SELAIN tanggal 7 Agustus Tahun 1323 Tim Penyusun Sejarah Hari Jadi Pati atau yang dikenal dengan sebutan ”Tim 7” memberikan alternati atau pilihan kapan hari jadi tersebut ditetapkan, Tanggal tersebut yakni, 3 Juli dan juga 14 Agustus tapi yang disebut terakhir harus dikesampingkan karena waktunya berdekatan dengan Petringatan HUT Kemerdekaan RI, dan tanggal itu pula merupakan peringatan Hari Pramuka.
Brdasarkan hasil konsultasi dengan jajaran pemerintahan setempat, utamanya waktu itu Sekda Pati Djoko Purnomo (alm) yang kali terakhir sebagai Bupati Batang lebih condong memilih tanggal 7 Agustus, dan Bupati Pati (waktu itu) dijabat Sunarji (alm) menyetuji, dan didukung pula kalangan DPRD setempat. Satu di antaranya waktu itu adalah H Sugiyono dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang menggedok perdanya.
Karena itu Hari Jadi Pati ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pati No 2 Tahun 1994, tanggal 31 Mei 1994 dengan hari kepindahan pusat pemerintahan dari Kemiri ke Kaborongan berdasarkan ”surya sengkala.” Yakni, ”Kridane Panembah Gebyaring Bumi” yang oleh Tim 7 diartikan secara bebas ”Dengan Bekerja Keras dan Penuh Doa Kita Gali Bumi Pati untuk Meningkatkan Kesejehateraan Lahiriah dan Batiniah.”
Sedangkan kepindahan pusat pemerintahan dari Kemiri ke Kaborangan melalui sebuah prosesi kirab boyongan sebagaimana menjadi inti pokok dari peringatan hari jadi tahun ini maupun tahun-tahun sebelumnya,ditengarai ketika Kadipaten Pati di bawah kekuasaan Adipati Topmbronegoro. Perpindahan tersebut ditetapkan berdasarkan angka Tahun 1323, atau saat Kerajaan Majapahit di bawah kekuasaan Raden Jayanegara.
Kirab Prosesi Boyongan Hari Kepindahan Pusat Pemerintahan dari Kemiri ke Kaborongan dengan arak-arakan kereta berkuda yang ditumpangi Bupati Haryanto dan Wakil Bupati Saiful Arifin, masing-masing sekalian ”garwa” bersama jajaran Forkopimda. (Foto:SN/aed)

Oleh Tim Hari Jadi Pati (THJP) Tahun 1994 memang dituliskan kehadiran Adipati Tombronegoro di Majapahit, dan disebutkan tertulis dalam prasasti Tuhanaru. Prasasti tersebut memang dikeluarkan Raja Majapahit kedua, Raden Kalagemet putra Raden Wijaya, pendiri kerajaan besar tersebut di Tahun 1293. Akan tetapi jika prasati berbentuk lempengan tembaga sebanyak delapan lempeng tersebut, meskipun dicantumkan sebagai dasar penentuan angka tahun oleh THJP, ternyata tidak ditemukan  nama Adipati Tombronegoro.
Hal itulah tampaknya oleh kelompok pemerhati yang mempunyai kepedulian terhadap kesejarahan Pati, merasa belum tepat kendati hal itu sudah 25 tahun dijadikan dasar menentukan  angka tahun adanya Kadipaten Pati sejak 1323 hingga 2019 atau usia Kadipaten Pati yang sekarang ini sudah mencapai 696. Menyikapi hal tersebut, Bupatu Haryanto pun menegaskan tidak perlu lagi menyoal kesejarahan tersebut.
Sebab hal itu justru menimbulkan hal-hal yang kurang baik karena hal tersebut merupakan peninggalan para sesepuh sehingga harus dihargai, dan apa yang sudah ada ini kita kembangkan. ”Dengan demikian, kita hanya menyoal salah dan benar tentang kesejarahan,”ujarnya saat menyampaikan sambutan dalam acara tasyakuran dimulainya peringatan hari jadi di pendapa Kemiri, Selasa (6/8) kemarin.
Sementara itu, sesuai janjinya Bupati Haryanto pun memenuhi apa yang pernah ditegaskan bahwa peringatan Hari Jadi  Ke-696 Pati berbedda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya memang dibuktikan karena apa yang disajikan dalam kirab prosesi tersebut mampu menyedot perhatian puluhan ribu warga. Mereka menikmati sebuah tontonan yang memang benar-benar spektakuker, dan mereka pun rela berpanas-panas di bawah terik matahari kemarau, bulan Agustus. Selamat. 
Previous post Sukarno : Kirab Budaya Tidak Mengganggu Arus Lalu Lintas
Next post Tangan Terampil Heri Kuswanto Limbah Menjadi Berharga

Tinggalkan Balasan

Social profiles