Pembahasan Ulang Perda Minuman Beralkohol Apa Masih Perlu

SAMIN-NEWS.com, – PEMBAHASAN Raperda tentang Pengendalian dan Pengawasan minuman beralkohol di Pati, Senin (23/12) kemarin oleh Komisi A DPRD setempat bersama para ahlinya sudah memasuki tahapan dengar pendapat dengan masyarakat. Banyaknya usulan, saran, dan pendapat dalam kesempatan tersebut memang sudah semestinya.

Sebab, dalam menyusun draf-draf setiap bab maupun pasal dan ayat jika dikaji secara mendetail dari banyak sisi jika nanti diterapkan atau diberlakukan sebagai produk sebuah peraturan akan menimbulkan banyak hal krusial. Apalagi, jika menilik materi dalam draf raperda tersebut ternyata banyak comotan dari adopsi Perda daerah lain.

Lebih-lebih perda itu, dasar acuannya adalah pengendalian dan pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol dari daerah wisata antara Bali dan Lombok. Di antaranya, masuknya draf yang sama sekali tidak relevan dengan kondisi daerah Pati yang memang bukan daerah wisata, sehingga jika draf rancangan itu diterapkan justru akan menimbulkan kondisi krusial berkepanjangan.

Sebagai gambaran, draf dimaksud adalah diberinya kesempatan untuk melakukan penjualan minuman beralkohol yang bisa diminum di tempat mulai pukul 20.00 s/d 22.00. Sepintas membaca draf perda itu bagus karena maksudnya agar para peminum terpusat di suatu tempat dan mudah diawasi dengan pembatasan waktu.

Upaya memberikan izin penjualan seperti itu bisa dilaksanakan untuk daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata, tapi kalau di Pati diberikan fasilitas seperti itu apa mungkin. Mengapa hal-hal seperti itu tidak terlebih dahulu dikaji secara mendalam, karena tanpa diberi izin untuk minum kalau di Pati orang minum minuman beralkohol atau minuman keras (miras) itu bisa ditemukan di mana-mana, tidak siang maupun malam.

Apa jadinya jika perda justru berencana membuka peluang penjualan miras terpusat untuk diminum di tempat dengan dibatasi jam buka, maka dampak yang terjadi adalah keributan demi keributan antara penjual dan pengkonsumsi miras di tempat itu. Sebab, jika sudah dalam kondisi teler atau pura-pura teler, aksinya pasti macam-macam terutama tempat itu buka sampai pengunjung bosan.

Dampak dari permasalahan sosial seperti inilah yng tak pernah masuk kajian pembuat maupun penggagas perda, karena materi yang dipasang dalam draf memang hasil adopsi perda daerah lain sehingga yang terjadi adalah asal comot. Karena itu, ”Samin News” yang ikut serta dalam dengar pendapat tersebut dengan tegas menolak atau bahkan draf pasal itu harus didrop.

Jika tidak ada kemauan politis untuk meniadakan pasal tersebut, maka lebih baik perda tersebut tidak perlu dilanjutkan pembahasannya. Dasar yang menjadi pertimbangan, terbitnya perda itu akan menjadi dasar acuan bagi penjual atau pengkonsumsi mencari pembenaran atas aturan yang sudah diterbitkan.

Padahal, dengan terbitnya aturan tentang pengendalian dan pengawasan peredaran minuman beralkohol seharusnya jenis penyakit masyarakat (pekat) yang satu ini benar-benar bisa dikendalikan, bukan sebaliknya. Karena itu, SN pun dengan tegas mengajak seluruh komponen masyarakat untuk mengurangi banyak beredarnya miras di Pati sebagai yang bisa kita lihat hasil razia dalam satu bulan saja sudah ribuan.

Previous post Yang Tercecer dari Pilkades Serentak di Pati; Sebuah Catatan Akhir Tahun (3)
Next post Senyuman dan Kesedihan Pilkades 121 di Kabupaten Pati

Tinggalkan Balasan

Social profiles