Yang Tercecer dari Pilkades Serentak di Pati ; Sebuah Catatan Akhir Tahun (1)

Proses pemilihan dan pemungutan suara PILKADES regaloh tahun 2019 Pati

SAMIN-NEWS.com, Pati – MARAKNYA suasana pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di Pati, Sabtu (21/12) kemarin yang tak lagi diwarnai gegap gempitanya para botoh karena sikap tegas pihak pengendali keamanan. Hal itulah yang tampak sebagai sesuatu kondisi baru yang patut diapresiasi dan dievaluasi semua pihak, karena ternyata Pati juga bisa membebaskan pilkades dari hiruk-pikuknya para botoh.

Di sisi lain sikap tegas panitia penyelenggara yang menutup akses masuk ke desa bagi orang-orang yang tidak punya kepentingan juga suatu langkah tepat, karena warga tidak akan banyak terpengaruh dalam menentukan pilihannya. Dengan demikian, mereka bisa memilih pemimpin di desanya lebih leluasa.

Terlepas dari kondisi aman dan kondusif situasi di tiap-tiap desa selama menjelang berlangsungnya pemilihan maupun saat pemilihan, dan pasca penghituangan suara, tentu ada hal-hal yang tercecer dan layak menjadi catatan sebuah peristiwa penyelenggaraan pesta demokrasi dalam memilih pucuk pimpinan pada tingkatan itu, di akhir Tahun  2019.

Apalagi, dari jumlah desa yang harus menyelenggarakan pilkades serentak ini 121 dengan jumlah calon yang harus berkompetisi di masing-masing desanya sebanyak 282, terlepas dari satu calon yang mengundurkan diri setelah ditetapkan. Jika yang ini muncul di Desa Winong, Kecamatan Kota Pati, ketika 4 Desember panitia menetapkan tiga orang calon, satu di antara mereka hari berikutnya mengundurkan diri.

Adapun calon dimaksud, yaitu Sri Endang Rahayu karena tetap harus tercetak dalam surat suara, atau tetap tampil sebagai calon maka yang bersangkutan dalam penghitungan suara mendapatkan 50. Sedangkan lawannya Wicaksono Bowo Leksono (2.790), dan Jarnawi yang juga mantan kades setempat (758 suara).

Kondisi tersebut sesuai dengan pengambilan nomor urut undian pada saat ketiganya ditetapkan oleh panitia sebagai calon, dan calon kades perpilih adalah yang nomor 1, yaitu Wicaksono Bowo Leksono. Itu salah satu contoh bahwa mantan calon kalau selama memimpin di desanya tidak memberikan perubahan apa-apa atau kurang maksimal dalam memberikan layanan, maka masyarakat pasti akan mencari pengganntinya.

Hal itu bisa terlihat pula di Desa Regaloh, Kecamatan Tlogowungu, Pati yang menampilkan ketiga calon, satu di antaranya, Suwarno juga mantan kades setempat periode sebelumnya. Sedangkan pesaingnya masing-masing Astuti dan Rumijan Abdullah, bahkan khusus yang disebut terakhir adalah pendatang dari Sumatra, yaitu wilayah Provinsi Jambi.

Desa Regaloh memang tempat kelahiran calon tersebut karena sudah lama ditinggalkan, tapi ketika ada ketentuan orang dari daerah lain boleh mencalonkan diri di mana saja, serta ada pihak keluarga yang mendorong untuk pulang kampung, maka jadilah yang bersangkutan ikut bersaing dalam pilkades di desa tersebut. Padahal dengan masyarakat dalam keseharian juga tidak banyak yang sering berkomunikasi.

Akan tetapi masyarakat menghendaki pemimpin di desanya harus ganti, maka pilihan atas calon yang tampil pun sebuah keberanian masyarakat tetap yakin itulah pemimpin yang dinilai tepat. Sehingga dalam pemilihan, akhirnya mereka memilih Rumijan Abdullah dengan memberikan dukungan 771 suara, Astuti (88 suara) dan mantan kades , Suwarno hanya meraih dukungan 473 suara (bersambung).

Previous post Peringatan Hari Nusantara ke 19, DKP Pati Gelar Acara Bersih Pantai dan Tanam Mangrove di Pantai Kertomulyo
Next post Yang Tercecer dari Pilkada Serentak di Pati; Catatan Akhir Tahun (2)

Tinggalkan Balasan

Social profiles