Yang Tercecer dari Pilkades Serentak di Pati; Sebuah Catatan Akhir Tahun (4)

SAMIN-NEWS.com, Pati – DEMOKRASI yang mulai mereka di kalangan masyarakat pedesaan seiring berlangsungnya pemilihan kepala desa (pilkades) serentak, Sabtu (21/12) lalu, maka harapan kita ke depan demokrasi tersebut tumbuh murni dari nurani warga. Sehingga demokrasi pedesaan tak lagi nyinyir karena berlepotan uang, tapi dalam memilih siapa pemimpin di desanya sudah mengarah ke sikap mandiri.

Hal itu bisa saja muncul, karena dalam memilih mereka tidak banyak dipengaruhi faktor X yang biasanya menjadi provokasi yang namanya kalangan botoh. Dalam pilkades serentak kali ini, pengendali keamanan dan ketertiban masyarakat, AKBP Bambang YS, Kapolres Pati, jauh-jauh sudah menegaskan tidak ada kompromi terhadap para botoh.

Besar kemungkinan karena situasi yang dibangun Kapolres ini, secara tidak langsung memberikan pengaruh pada warga dengan merasa tenang dalam menentukan pilihan. Karena itu, ke depan adalah harus ada keberanian untuk membangun bahwa demokrasi yang sehat itu tanpa harus dengan hitungan atau ukuran nilai nominal.

Dengan demikian, hal tersebut akan membutuhkan waktu yang semakin panjang karena menghapus kebiasaan yang diciptakan kalangan pemilik kepentingan politik itu memang selalu menggiurkan. Karena jika ada yang masih berpendapat secara apriori, bahwa pilkades ini masih diwarnai dengan bagi-bagi uang, hal tersebut tidak salah faktanya memang demikian.

Akan tetapi sistemkah yang salah? Tentu tidak, karena sistem pilkades tidak ada bunyi aturan yang menyebutkan para calon harus membagi-bagikan uang maupun barang kepada pemilih agar bersedia menjadi pendukungnya, sehingga dalam hal ini masyarakat lebih cenderung dalam posisi pasif menunggu, kalau ada pihak-pihak yang datang membeli.

Semisal, di tiga desa itu ada tiga calon yang masing-masing berpegang teguh pada kejujuran, tidak akan membagikan sepeser pun uang kepada pemilih. demokrasi warga tetap tidak akan mati. Sebab, itu ada pada nurani masyarakat atas rasa tanggung jawab dalam memilih pemimpin kelompoknya sehingga yang jumlah menurun drastis, adalah pemilih yang biasa mendapatkan imbalan sejumlah uang dari calon.

Hal itulah yang paling sulit dalam menjaganya, sehingga dalam pilkades faktor bagi-bagi uang/barang memang sudah menjadi rahasia umum. Akan tetapi, jika ada di antara yang sudah membagi-bagi tersebut tidak terpilih, biasanya membuat laporan ke polisi bahwa telah terjadi kecurangan karena ada calon yang membagi-bagi uang maupun barang.

Terlepas laporan itu benar atau salah, kebanyakan munculnya adalah pasca penghitungan dalam pemungutan suara. Seperti adanya warga dari wilayah Kecamatan Winong, sekarang ini melapor ke Polres Pati, bahwa ada calon yang diketahui membagi-bagi cincin kepada warga dengan jumlah sebanyak 150 buah, masing-masing berat 1 gram.

Itu salah satu contoh kejadian dalam dinamika demokrasi pilkades, sehingga warga butuh penyadaran perlunya tidak mengharap pemberian apa pun dari setiap calon. Akan tetapi sebaliknya, adakah calon yang benar-benar berani bermain bersih, tanpa embel-embel membagi-bagi uang maupun barang. Jawabnya, jelas dan tegas, mereka tak bakalan ada yang berani.(bersambung)

Previous post Pemkab Pati Harus Menanggung PPJU JLS Lebih dari 50.000 Watt
Next post Dandim Bersama Gusdurian Pantau Perayaan Natal di Pati dan Juwana

Tinggalkan Balasan

Social profiles