SAMIN-NEWS.com, Pati – MEMBACA catatan akhir tahun ”Samin News” (SN) tentang penyelenggaraan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di Pati, barangkali dirasa terlalu nyinyir dan membosankan. Akan tetapi dalam konteks saling mengingatkan, maka hal-hal yang membosankan itu sangat diperlukan.
Sebab, kontestasi pilkades serentak sudah berakhir dan masyarakat maupun para pemilih di tiap-tiap desa sudah mengetahui hasil akhir dari pilihannya. Itu adalah sebuah fakta politik yang tak bisa diungkit-ungkit lagi, meskipun laporan dari kelompok yang kecewa pun tak bisa dihindari, dan itulah dinamika dalam berdemokrasi.
Mengingat peristiwa politik di tataran paling bawah tersebut sudah berakhir, maka seharusnya semua bisa menerima hasil akhirnya yang sudah pasti nanti semua akan untuk semua. Maksudnya, kepala desa (kades) yang terpilih di setiap desa akan memimpin semua rakyat di desa masing-masing, sehingga rasa kecewa dan tidak puas oleh siapa pun harus ditanggalkan.
Dengan kata lain, hanya karena faktor peristiwa politik yang dalam kurun waktu tertentu akan terus berlangsung masa kontestasinya, maka desa dan masyarakat tidak perlu menciptakan situasi hiruk pikuk. Hal itu hanya akan membuat rugi desa itu sendiri, dan juga rugi bagi warga karena akan terpecah kebersamaan dan kegotongroyongannya.
Karena itu, berakhirnya peristiwa politik pilkades serentak ini marilah hal itu secara bersama-sama diakhiri perbedaan yang terjadi selama menjelang hingga berakhirnya penghitungan suara pilkades yang sudah jeles menentukan, siapa yang unggul untuk memimpin masing-masing desanya. Kini 121 dari 401 desa di Pati sudah selesai menyelenggarakannya secara serentak, Sabtu (21/12) lalu.
Sudah tepat kiranya, semua harus diakhiri dengan tetap menjaga iklim demokrasi di pedesaan yang jauh-jauh pada awalnya tidak pernah memunculkan hiruk-pikuk. Semua berjalan dalam kebersamaan dan kesederhanaan pemikiran yang masih lugu, yaitu hanya semata-mata bahwa mereka adalah diajak untuk memilih pucuk pimpinan di desanya.
Dengan sistem sederhana, hanya para pemilih cukup memasukkan ”biting” (bilah) ke dalam bumbung milik masing-masing calon, itulah suara yang akan dihitung untuk mengetahui siapa pemenangnya. Sistem ini tentu banyak kelemahan, dan jika bicara tentang kecurangan tentu banyak kecurangan terjadi, karena pilihan berlangsung berlarut-larut mulai pagi hingga dini hari.
Akan tetapi kondisi masyarakat yang tidak banyak tuntutan dalam berdemokrasi, maka itu adalah bagian demokrasi masyarakat pada masanya yang belum mengenal lapor melapor. Bahkan itulah satu hal yang seharusnya bisa dikemas menjadi pemahaman masyarakat, bagaimana seharusnya menyikapi kondisi yang terjadi.
Bertambah majunya dinamika masyarakat dan sistem penyelenggaraan demokrasi dalam memilih pucuk pimpinan, seharusnya setiap masyarakat bisa lebih menempatkan posisnya dalam menyikapi kondisi akhir setiap proses demokrasi. Yakni, bisa mengendalikan diri, meredam, dan tidak provokatif berkait dengan hasil pemilihan.
Hal itu menunjukkan, bahwa tingkat kesadaran masyarakat pada proses memilih pemimpin benar-benar sudah tumbuh secara alami. Sedangkan soal bagaimana hasil dari proses tersebut juga bisa diterima sebagai hal-hal biasa yang tidak perlu disikapi dengan hiruk-pikuk sekali pun hasil itu belum bisa memenuhi atau memuaskan kepentingannya.(Selesai)