SAMIN-NEWS.com – SEKARANG ini semua membiangkerokkan sampah sebagai penyebab banjir, karena memenuhi dan menutup muara kali serta menumpuk sehingga menyumbat alur kali, utamanya di bawah jembatan yang tidak sesuai standar teknik. Akibatnya, jika terjadi gelontoran air dari hulu pun air luber dan limpas ke mana-mana sehingga sering kita sebagai banjir bandang yang kedatangannya hanya lewat sesaat, tapi justru menimbulkan kerusakan luar biasa.
Itulah dampak dari sampah yang selama ini dibuang secara liar karena perilaku dan cara berpikir warga, bahwa sampah yang sudah menumpuk di pinggir jalan atau depan sisi kiri maupun kanan tembok pangkal jembatan para pembuangnya menganggap, suatu saat pasti ada yang akan mengangkut tersendiri. Begitulah perilaku dan mentalitas para pembuang sampah liar, selamanya tak pernah merasa malu pada diri sendiri.
Padahal mereka sadar bahwa tiap hari rumah tangga maupun kegiatan usahanya menghasilkan sampah, tapi di lingkungan tempat tinggal maupun tempat usahanya sama sekali tidak mempunyai bak atau keranjang sampah. Lagi pula, mental mereka ini pun sayang mengeluarkan uang recehan untuk diberikan sebagai upah para pengangkutnya, maka membuang sampah secara liar di sembarang tempat adalah pilihan paling memuaskan.
Sebab, mereka merasa sebagai orang yang merasa paling berani dan banyak pemberani lain yang senang melakukan hal sama, sehingga jumlah mereka pun cukup banyak karena tersebar di mana-mana. Dengan kata lain masyarakat yang bermental demikian itu tidak hanya muncul di pedesaan tapi di perkotaan, utamanya yang bertempat tinggal di pinggir alur kali.
Cara yang mereka lakukan tidak jauh dengan warga yang tinggal di pedesaan, yaitu tiap hari berbagai jenis sampah biasanya terbanyak adalah batang pohon pisang sengaja ditumpuk dibir kali. Dengan demikian, saat hujan turun dan ketinggian air kali naik maka sampah-sampah tersebut semua akan ikut hanyut, dan kondisi semacam itu sudah membudaya.
Karena itu, berulang kali diingatkan bahwa kita tidak akan pernah menang melawan para pembuang sampah liar, termasuk pemerintah pun tak akan meski sudah mengaturnya dengan perangkat aturan, peraturan daerah (Perda). Demikian pula pemerintah desa dengan perdes-nya, tapi penegakan aturan tersebut tak pernah konsisten.
Dengan kata lain, jika tanpa diikuti dengan pola pendekatan represif terhadap pembuang sampah liar, seperti yang terbukti melanggar aturan tersebut benar-benar dijatuhi hukum sesuai tingkat kesalahannya, selamanya mereka tak akan pernah jera. Untuk bisa melaksakan dan menegakkan aturan tersebut, maka pola operasi yustisi mau tidak mau harus diterapkan.
Kelemahan mendasar kita, adalah selama ini kita lebih rajin membuat aturan tapi aturan tersebut dilaksanakan oleh yang berkompeten atau tidak, kita tak pernah tahu. Membiangkerokkan sampah dalam kondisi situasi seperti tidak, semua akan mengamini bahwa membuang sampah secara sembarangan menjadi penyebab banjir.
Akan tetapi kita juga lupa, bahwa hal itu menjadi bagian terkecil yang selamanya belum pernah bisa tertangani karena kita memang tidak pernah konsisten dalam menegakkan aturan. Karena itu, banyak aturan yang masih menggunakan kalimat ”kecuali” berdasarkan pertimbangan kepentingan, sehingga untuk menyentuh aturan kepentingann yang lebih besar justru tak pernah tahu dari mana memulainya.
Hal itulah yang sering membuat kita lupa atau memang pura-pura tidak ingat, faktor penyebab banjir lainnya yang lebih besar adalah rusaknya lingkungan. Utamanya, yaitu kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dari hulu hingga hilir, dan pembuangan sampah ke kali adalah bagian dari kerusakan tersebut.
Belum lagi yang masuk skala perhitungan penyebab paling parah banjir di Pati, tidak hanya rusaknya DAS dari sejumlah anak kali yang berhulu di Lereng Muria yang membuang airnya ke Kali Juwana, tapi juga rusaknya puluhan DAS anak kali yang berhulu di Pegunungan Kendeng utara. Sedangkan kondisi lingkungan kawasan yang gundul, sebenarnya sudah bertahun-tahun terjadi.
Di sisi lain, perusakan besar-besaran penggalian kawasan untuk diambil kandungan bebatuan atau mineralnya. Akan tetapi pembiaran pun terus berlanjut, sehingga bila datangnya musim penghujan dari pegunungan itu sering mengirim gelontoran air liar ke kawasan di bawahnya, itulah dampak risiko dari kebodohan kita sendiri.