KELAZIMAN baru atau yang dikampanyekan sebagai ‘New Normal’ sedan digadang-gadang sebagai sebuah solusi atas kacaunya keadaan saat ini. Sejumlah regulasi tentang pemberlakuan new normal telah dirumuskan oleh pemerintah.
Tak terkecuali dengan pondok pesantren yang akan turut memberlakukan new normal yang telah didengungkan oleh Kementerian Agama. Kemenag juga telah berkoordinasi dengan masing-masing pengelola pesantren menjelang kembalinya para santri.
Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas juga turut bersuara tentang pemberlakuan new normal di lingkungan pesantren. Menurutnya, memaksakan new normal di lingkungan pesantren akan menimbulkan sejumlah resiko lantaran kehidupan pondok pesantren rata-rata didominasi oleh kegiatan komunal dengan jumlah santri hingga puluhan ribu.
Ia juga membeberkan bahwa di Indonesia sendiri ada sekitar 28 ribu pesantren dengan jumlah 18 juta santri. Dari situ sudah dapat disimpulkan betapa padatnya kondisi lingkungan tersebut. “Jika new normal dipaksakan dilingkungan pesantren, hal ini jelas akan rentan menjadi epicentrum pandemi baru. Dengan tingkat kepadatan seperti itu, apalagi rata-rata pesantren di Indonesia bangunanannya tidak besar dan sederhana,” tambah Gus Yaqut.
Apa yang disampaikan Gus Yaqut jelas bisa dipertimbangkan, sekarang coba tengok kondisi pesantren di Kabupaten Pati. Satu kamar dengan ukuran kecil saja rata-rata dihuni oleh 10 hingga 12 orang, hal tersebut jelas sudah menyalahi protokol kesehatan covid-19. Saya juga ingat dulu saat mondok, jika satu orang ada yang terkena penyakit gatal pada kulit atau biasa disebut ‘Gudig’ pasti semua santri yang ada dikamar tersebut juga akan tertular. Itu baru Gudig, apalagi ini konteksnya covid-19, jelas bukan main-main lho pak….