SAMIN-NEWS.com, PATI – Pemerintah Desa Ngawen, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati pekan kemarin telah melakukan pekerjaan rumah dalam mendata warga. Pendataan itu lebih tepatnya dengan melakukan pemberian labelisasi bagi warga yang mendapatkan program bantuan sosial tunai (BST) maupun bantuan sosial pangan (BSP).
Dari labelisasi yang dilakukan Pemdes Ngawen dengan melibatkan pihak kecamatan, pun dengan para pendamping PKH itu ditemukan beberapa rumah warga yang kondisinya agak layak. Akan tetapi, masih menerima bantuan sosial oleh pemerintah tersebut.
“Dari data sebanyak 256 keluarga penerima manfaat (KPM) itu, iya ada beberapa jika dilihat dari bangunan rumahnya diklasifikasikan agak layak (dalam tanda kutip),” kata Sekretaris Desa Ngawen, Maun Subandi kepada Saminnews, Senin (11/5/2020).
Pihaknya mengaku bagi mereka yang rumahnya agak bagus namun mendapat bantuan adalah hal yang bisa dikatakan lumrah (wajar). Karena hal ini jika kita melihat dari kacamata profesi yang diembannya. Profesi mereka yakni sebagai tukang laden (laden tukang batu, red). Jadi, agak bisa diterima jika melihat pendapatan yang jauh berkurang, terlebih saat ini sepi dengan adanya pembangungan, imbuhnya.
Meskipun rumah sudah kokoh, kata dia, ini adalah murni dari kerja kerasnya di bidang yang digeluti (laden tukang batu). Artinya rumahnya sudah ditembok, lantai sudah berkeramik itu sebagian ada yang diperoleh dari tukang laden diperantauan. Namun, sekarang perekonomian yang sedang lesu, berdampak pada hasil atau pendapatan. Oleh karenanya bisa dibilang bisa diterima logika dan masuk akal.
Bantuan sosial seperti ini, secara teoretisnya pemerintah memberi kewenangan terhadap desa. Namun, secara real di lapangan berbanding terbalik dengan teori itu sendiri. Karena, desa hanya menyodorkan, melaporkan data kepada pemerintah pusat. Dan akhirnya pusat sendiri yang menentukan siapa yang berhak mendapatkan bantuan sosial. Kemudian data fix tadi diserahkan kepada desa untuk segera dicairkan diberikan kepada yang bersangkutan, papar dia.
Jika berkaitan dengan bantuan langsung tunai dana desa (BLT DD) dinilai sebagai otoritas desa. Dikelola sebaik mungkin agar tak tumpang tindih dari bantuan PKH maupun yang lain. “bantuan sosial PKH dan BPNT itu faktanya yang menentukan pemerintah pusat, kita (desa) hanya sebagai tangan lanjutan untuk menyalurkan kepada yang bersangkutan. Namun, kalau blt DD itu nanti kita serahkan diending (diakhiri), ketika semua bantuan sudah terdistribusi baru blt DD kita bagikan. Agar tak tumpang tindih dengan bantuan lain. Karena, blt DD jumlahnya hanya tak seberapa,” keterangannya.
Korelasi Aturan Sasaran PKH
Secara lebih lanjut, jika tetap bersikeras mengacu dengan aturan sasaran penerima PKH berdasarkan rumah, ini juga ada persoalan baru yang timbul. Persoalan ini ialah ketika dihadapkan dengan bangunan rumah warga penerima bantuan banyak sudah bertembok maupun yang telah berkeramik.
“Iya rumahnya sudah bagus, tapi penghasilan dari laden itu sekarang kan sepi jadi penghasilannya turun,” kata dia.
Kendati demikian, pelbagai tampilan yang tak mencerminkan hal sebenarnya antara dilihat kasat mata dari depan. Berbanding terbalik apa yang terjadi di dalamnya berkait dengan pendapatan keluarga itu sendiri.
Maun subandi juga menjelaskan, bahwa rumah Tembok itu diceritakan hasil dari pinjaman bank kredit usaha rakyat (KUR). Dengan pinjaman itu lantas dibelanjakan membeli bahan material bangunan. Yang kemudian, dikerjakan sendiri yang notabenenya sudah punya modal ilmu tukang batu itu dan ditambah mencari tenaga bantuan 1 (satu). Tenaga itu juga diambilkan dari yang masih dalam anggota keluarganya sendiri.
Oleh sebab itu, pihaknya mengakui jika mengacu dengan alas tanah, atap seadanya serta dinding gedek (anyaman bambu, red) sudah sangat minim jumlahnya. Karena kebanyakan membangun rumah dengan mekanisme itu (KUR), tandasnya.
Ada warga yang membandingkan kondisi rumah maupun aset yang dimiliki dengan warga lain. Warga ini tak hanya penduduk lokal, akan tetapi penduduk luar desa juga turut diperbandingkannya. Yakni ada warga yang punya mobil, rumah bagus masih saja mendapat PKH. “warga membandingkan dengan yang lain bahkan di luar desa. Ada yang punya mobil, rumah bagus, tetap saja mendapat PKH. Toh, ini (bantuan) kan tidak diminta, tapi dikasih,” ujarnya.
Menurut pantauan di Desa Ngawen oleh awak media Saminnews, memang hal ini benar apa adanya yang memang kebanyakan penerima bantuan yang telah dilabelisasi secara kasat mata, rumahnya sudah kategori bagus. Kebanyakan sudah terbuat dari bahan tembok pun juga berkeramik.
Meskipun begitu, ada juga yang benar-benar dikata layak menerima bantuan. Hal ini jika dilihat dari dinding gebyok (papan) serta alas yang masih berupa tanah.