SAMIN-NEWS.com PATI (SN) – Ziarah ke makam leluhur saat Lebaran seperti sekarang, selain membawa pewangi dari bunga khusus untuk orang yang sudah meninggal ada jenis bunga lain khas dan ini juga sebuah tradisi yang tumbuh di tengah-tengah budaya masyarakat kita hingga sekarang. Yakni, bunga telasih atau ada pula yang menyebutnya kembang selasih dan jika dari kalimat ”othak-athik gathuk” sebutan yang benar adalah kembang ”telassih.”
Karena kembang tersebut adalah merupakan padanan dari bahasa Jawa ”telas” atau habis dan ”asih” adalah kasih sayang. Dengan demikian, padanan dari bahasa kembang telasih atau kembang dengan khas bau kuburan itu tak lain adalah ”telasnya” rasa ”asih” atau habisnya rasa sayang atas orang yang sudah meninggal terhadap anggota keluarganya.
Sebab, semua harus ditinggalkan dan tak ada satu pun yang harus dibawa, sehingga seperti pepatah lama ”harimau mati meninggalkan belang” dan ”manusia mati” adalah ”meninggalkan nama.” Dengan kata lain semua perbuatan atau amal bagus dan amal buruk akan terbawa pada nama orang yang sudah meninggal.
Dengan demikian, manusia atau para ahli warisnya yang ditinggalkan ketika harus melakukan ziarah ke makam utama ke makam leluhurnya itu tak pernah meninggal tradisi membawakan bunga. Tujuannya tak lain, agar bau mewangian bunga tersebut tercium oleh orang yang masih hidup dan sama-sama ziarah ke makam yang sama.
Apalagi, pada saat Lebaran seperti sekarang dipastikan banyak peziarah yang mengunjungi makam keluarga dan leluhurnya. Sehingga berapa pun bunga untuk orang yang sudah mati berapa pun banyaknya yang disediakan para penjual pasti habis terbeli, dan salah satunya adalah kembang telasih, yaitu kembang dengan ciri khas bau kuburan.
Pada saat seperti sekarang, para penjual kembang telasih terbanyak di Pasar Juwana, atau bahkan di pinggir-pinggir jalan karena banyaknya warga yang berziarah ke makam leluhurnya. Tidak hanya itu, di Pasar Puri Pati, atau di pasar-pasar rakyat lainnya pun dengan mudah dijumpai penjual kembamg telasih yang membawa dagangannya khusus bunga itu di Pasar Runting, Desa Tambaharjo, Kecamatan Kota Pati.
Untuk satu ikat kecil, kata salah seorang penjualnya dari Desa Purworejo juga di kecamatan yang sama, Mbok Sukijah, dia menjualnya dengan Rp 5.000. ”Kalau yang lengkap dengan tangkai sampai akarnya, karena biasanya ditanam lagi di makam keluarga satu ikat atau maksimal dua batang Rp 15.000,”ujarnya.