KASUS salah sasaran dalam penanganan terorisme lagi-lagi terjadi di Indonesia. Kejadian kali ini kembali terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Dua orang warga sipil bernama Syarifuddin dan Firman tiba-tiba diberondong oleh peluru tembakan oleh Satgas Tinombala, pemburu teroris gabungan Polri dan TNI. Tembakan terus muntah kendati Fardil berteriak kalau mereka adalah “petani!” dan “warga!”. Syarifuddin dan Firman meninggal dunia. Rahang kiri Firmah tertembus peluru.
Tentu ini bukan kali pertama insiden seperti ini terjaddi di Indonesia. Ada juga kasus serupa yang terjadi tak jauh dari kasus terakhir tersebut. Di kecamatan yang sama tapi beda desa, Desa Tobe, pemuda bernama Qidam Alfarizki Mofance menjadi korban salah tembak pada bulan April lalu. Ia kabur dari rumah, lalu meminta minum di kediaman salah satu warga. Karena curiga, sang pemilik rumah lapor ke polisi. Alih-alih polisi biasa, saat itu yang datang adalah dua Satgas Tinombala. Qidam ditemukan, dianiaya dan ditembak.
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menilai bahwa hal semacam ini tentu sebuah kesalahan fatal dan tidak bisa dianggap sebagai sebuah insiden biasa. Menurutnya, hal semacam ini bisa terjadi lantaran kurangnya kehati-hatian satgas dalam menjalankan tanggung jawabnya. Aparat hukum dalam UU Terorisme memang diberi kewenangan yang besar, namun hal tersebut malah tidak dibarengi dengan kinerja yang profesional.
Selain itu menurutnya, kasus seperti ini sudah sepatutnya mendapat perhatian lebih. Selain kepolisian, Komnas HAM juga harus melakukan penyelidikan tersendiri agar dapat membandingkan hasil dari kedua penyelidikan yang dilakukan. Saat ini publik akan cenderung kurang percaya jika penyelidikan hanya dilakukan oleh kepolisian saja. Dengan melibatkan Komnas HAM, menurutnya publik akan lebih yakin dan percaya dengan hasil penyelidikan.
Tentu sangat disayangkan jika aparat justru melakukan serangkaian brutalitas dengan dalih UU Terorisme. Dengan dalih apapun, pembunuhan seperti ini jelas sebuah pelanggaran HAM yang tidak bisa dipandang sebelah mata.