Hal Substansi dalam Pembelajaran Daring

PEMERINTAH saat ini melewatkan satu hal terpenting dalam kebijakan sekolah selama masa pandemi yang dituangkan dalam keputusan empat menteri, yakni prasarana pendukung belajar jarak jauh dengan media daring. Tanpa adanya hal tersebut, guru dan siswa justru akan merasa disulitkan dengan metode pembelajaran seperti ini. Kondisi saat ini sudah sangatlah jelas jika tidak semua orang memiliki fasilitas pendukung yang memadai. Entah itu, komputer, telepon pintar, jaringan internet, bahkan listrik.

Dalam keputusan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri itu disebutkan bahwa sekolah yang berada di zona hijau boleh kembali menyelenggarakan belajar tatap muka pada tahun ajaran baru, awal Juli nanti. Syaratnya, menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Tapi jumlah mereka sangat sedikit, hanya 6 persen dari seluruh peserta didik dari tingkat dasar hingga menengah atas. Sisanya masih harus belajar dari rumah.

Berkaca dari pengalaman pembelajaran daring beberapa yang lalu, jelas nampak berbagai celah dan kekurangan dari pembelajaran dengan metode seperti ini. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Retno Listyarti, pernah membuat angket di media sosialnya yang diisi oleh 9.643 responden pelajar. Hasilnya, sebagian besar responden, sebanyak 63,7 persen, menyatakan ingin sekolah dibuka kembali pada Juli 2020.

Dari hasil survey tersebut, rata-rata siswa merasa bosan dan jenuh harus berlama-lama belajar dari rumah, mereka mengaku ingin segera kembali belajar dengan teman-temannya di sekolah. Sedangkan para orang tua mengeluhkan keefektivan pembelajaran dengan metode ini. Menurut mereka, keterbatasan peralatan daring membuat proses belajar dari rumah tidak maksimal. Aktivitas belajar dan bekerja dari rumah juga menyebabkan biaya Internet dan listrik meningkat. Padahal, pada saat yang sama, banyak orang tua murid kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja.

Karena itulah, jika memang pembelajaran ini terpaksa harus diterapkan. Pemerintah seharusnya memberi subsidi yang meliputi pengadaan perangkat seperti laptop, tablet, biaya internet, listrik, bahkan peningkatan kapasitas tenaga pendidik. Jika dibutuhkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat mengubah panduan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk menunjang program belajar jarak jauh.

Di sejumlah daerah, tak sedikit pula pelajar yang belum terjangkau Internet dan bahkan wilayahnya belum teraliri listrik. Pemerintah mesti menjamin mereka bisa belajar dengan lancar. Wabah Covid-19 seharusnya menjadi momentum bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membangun jaringan listrik, Internet desa, atau Internet komunitas yang murah atau bahkan gratis. Dengan demikian, semua siswa mendapat kesempatan yang sama untuk belajar secara baik dan aman.

Yang perlu dicatat, pembelajaran daring bukanlah sekedar memindahkan kegiatan belajar dari ruang kelas ke rumah masing-masing. Tetapi ada hal yang lebih substansi dari itu, model belajar ini membutuhkan fasilitas, cara belajar-mengajar, dan model konseling yang berbeda, lantaran anak-anak terpisah dari lingkungan sosial lamanya. Pemerintah semestinya memperhatikan aspek-aspek tersebut kalau menghendaki program ini berhasil.

Previous post E-Koran Samin News Edisi 18 Juni 2020
Next post Warga Masih Berolahraga di Stadion Joyo Kusumo, Pembangunan Mulai Berlangsung

Tinggalkan Balasan

Social profiles